Sejak Subuh, pesantren sufi penuh sesak dijejali murid-2 dan guru-2 dari berbagai sekolah yang meminta barokah doa dari Guru Sufi agar mereka berhasil lolos dalam menembus Ujian Akhir Nasional (UAN). Dullah yang memberitahu Guru Sufi bahwa murid-2 dan guru-2 itu sebelum ke pesantren telah berkeliling ke makam-2 wali keramat dan para ulama, memohon agar Guru Sufi berkenan mendoakan agar para murid itu berhasil lulus UAN.
Jauh dari harapan Dullah dan murid-2 dan guru-2 bahwa Guru Sufi akan benar-2 mendoakan mereka, Guru Sufi malah membisiki Dullah agar menyampaikan pesan khusus kepada guru-2. Guru Sufi berharap, guru-2 bisa melakukan tindakan ekstra berupa 'bantuan darurat' kepada murid-2 dalam menyelesaikan soal-2 UAN seperti tahun lalu.
Dullah dengan heran bertanya,"Tapi mereka sudah ziarah ke makam-2 wali dan ulama..Itu tindakan kan sia-2?"
"Memang sia-2, karena arwah para wali dan ulama menolak hasrat mereka," sahut Guru Sufi dingin.
"Menolak?" sahut Dullah heran,"Apa alasannya menolak? Bukankah murid-2 itu menuntut ilmu yang dianjurkan Agama?"
"Ketahuilah, Dul," sahut Guru Sufi menjelaskan,"Pertama-tama, menuntut ilmu itu tidak identik dengan bersekolah. Karena sistem persekolahan baru dijadikan lembaga pendidikan formal di negeri kita untuk pribumi pada tahun 1900, yaitu saat rezim kolonial menerapkan etische politiek. Artinya, jauh sebelum ada sekolah, di negeri kita sudah sistem pendidikan Asrama, Padhepokan, Dukuh, Pesantren."
"Berarti menuntut ilmu itu tidak hanya di sekolah ya Mbah Kyai?" tanya Dullah.
"Faktanya memang begitu. Fakta menunjuk: ilmu pengetahuan berkembang di luar lembaga sekolah."
"Tapi kenapa arwah para wali dan ulama menolak hasrat murid-2 dan guru-2?"
"Sebagian besar wali dan ulama yang diziarahi murid-2 dan guru-2, semasa hidupnya merupakan musuh kolonial Barat. Bahkan para ulama yang sejaman KH Shaleh Darat, KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Hasbullah,semasa hidup menganut prinsip tasabuh yg didasari al-hadits "man tasabaha bi qaumin fahuwa minhum" yg tegas-2 menolak untuk meniru Barat kolonial, termasuk menolak sistem sekolah. Jadi wajar, kalau para beliau itu tidak ridho umat Islam dengan sangat fanatis dan membabi buta mendewakan sekolah, sehingga para beliau itu menolak untuk memenuhi hasrat murid-2 dan guru-2 sekolah agar bisa lulus UAN," ujar Guru Sufi.
"Oo begitu ya Mbah Kyai," sahut Dullah mulai faham.
"Bahkan di alam barzakh pun para beliau itu prihatin dengan kecenderungan umat Islam terjerat ke dalam kejahilan baru akibat meluas dan menguatnya penyakit TBC modern, yang virus-2nya merupakan mutasi dari virus TBC lama."
"TBC modern?" tukas Dullah penasaran,"Apa maksudnya, Mbah Kyai?"
"Takhayul, Bid'ah, Churafat modern," sahut Guru Sufi.
"Maksudnya apa, Mbah Kyai?"
"Ya sekolah, UAN, UTS, UAS, Try Out, SNMPTN, Yudisium, Wisuda, Tahun Ajaran Baru, LKS, Komite Sekolah, Kurikulum CBSA, KBK, Uang Gedung, SPP, NEM, Ijazah-2, Gelar-2 Akademik, dll adalah hantu-hantu, klenik-klenik, horror-horror, takhayul-2, bid'ah-2, dan churafat-2 modern yang ditakuti murid-2, guru-2, orang tua murid, dan wali murid- wali murid. Sekolah dengan UAN-nya, sudah menjadi momok bagi manusia. Lihat di TV, para ibu berjilbab yang mengaku beriman kepada Allah, bisa menangis tersedu-sedu karena takut dengan UAN, hantu modern yang dianggap menentukan nasib dan peruntungan anak-anak mereka. Itu harus diberantas," sahut Guru Sufi.
"Apa salah satu caranya dengan memberi "bantuan darurat" kepada murid-2?"
"Itu jalan yang terbaik."
"Tapi itu kan melanggar aturan, norma, dan nilai-2?" sahut Dullah.
"Aturan, norma dan nilai apa?" gumam Guru Sufi serius.
"Ya aturan, norma dan nilai-2 sekolah?"
"He Dul, kamu tahu tidak dasar epsitemologi filsafat ilmu yang dianut sekolah?"
"Ya tahu, Mbah Kyai?"
"Apa saja itu?"
"Obyektif, Impersonal, Bebas Nilai."
"Nah kalau sudah impersonal, itu kan artinya tidak ada person yang bertanggung jawab? Begitu juga dengan Bebas Nilai, kenapa tiba-tiba kamu bikin sekolah ada nilai-nilai seperti baik-buruk, halal-haram, benar-salah, boleh dan tidak boleh, etis dan tidak etis...?"
"Tapi Mbah Kyai, buktinya di sekolah ada aturan nilai-2 seperti dilarang mencontek, dilarang ada joki, guru dilarang memberi bantuan murid untuk menyelesaikan soal-2 UAN," sahut Dullah.
"Itu yang disebut BEBAS NILAI yang bisa bermakna BEBAS MEMBERI NILAI," kata Guru Sufi,"Artinya, siapa yang berkuasa boleh bebas memberi nilai yang menguntungkan para penguasa."
"Maksudnya?"
"Ya UAN itu sendiri merupakan kegiatan yang melanggar hukum. Karena MA sudah memutuskan bahwa pelaksanaan UAN dilarang. Itu artinya, mahkamah hukum tertinggi sudah menetapkan aturan bahwa UAN itu dilarang. Faktanya, ya jalan terus. Itu nilai apa yang dianut? Bukankah itu bebas nilai? Bebas memberi nilai?" tukas Guru Sufi.
"Ah bener juga ya Mbah Kyai, kegiatan yang melanggar hukum itu kan ilegal. Aneh juga kalau kegiatan ilegal membuat aturan tidak boleh dilanggar, yang melanggar disebut kriminal dan dijebloskan ke penjara...Hmm, faham saya sekarang Mbah Kyai," sahut Dullah buru-buru mendekati para guru, menyampaikan petunjuk Guru Sufi.
Jauh dari harapan Dullah dan murid-2 dan guru-2 bahwa Guru Sufi akan benar-2 mendoakan mereka, Guru Sufi malah membisiki Dullah agar menyampaikan pesan khusus kepada guru-2. Guru Sufi berharap, guru-2 bisa melakukan tindakan ekstra berupa 'bantuan darurat' kepada murid-2 dalam menyelesaikan soal-2 UAN seperti tahun lalu.
Dullah dengan heran bertanya,"Tapi mereka sudah ziarah ke makam-2 wali dan ulama..Itu tindakan kan sia-2?"
"Memang sia-2, karena arwah para wali dan ulama menolak hasrat mereka," sahut Guru Sufi dingin.
"Menolak?" sahut Dullah heran,"Apa alasannya menolak? Bukankah murid-2 itu menuntut ilmu yang dianjurkan Agama?"
"Ketahuilah, Dul," sahut Guru Sufi menjelaskan,"Pertama-tama, menuntut ilmu itu tidak identik dengan bersekolah. Karena sistem persekolahan baru dijadikan lembaga pendidikan formal di negeri kita untuk pribumi pada tahun 1900, yaitu saat rezim kolonial menerapkan etische politiek. Artinya, jauh sebelum ada sekolah, di negeri kita sudah sistem pendidikan Asrama, Padhepokan, Dukuh, Pesantren."
"Berarti menuntut ilmu itu tidak hanya di sekolah ya Mbah Kyai?" tanya Dullah.
"Faktanya memang begitu. Fakta menunjuk: ilmu pengetahuan berkembang di luar lembaga sekolah."
"Tapi kenapa arwah para wali dan ulama menolak hasrat murid-2 dan guru-2?"
"Sebagian besar wali dan ulama yang diziarahi murid-2 dan guru-2, semasa hidupnya merupakan musuh kolonial Barat. Bahkan para ulama yang sejaman KH Shaleh Darat, KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Hasbullah,semasa hidup menganut prinsip tasabuh yg didasari al-hadits "man tasabaha bi qaumin fahuwa minhum" yg tegas-2 menolak untuk meniru Barat kolonial, termasuk menolak sistem sekolah. Jadi wajar, kalau para beliau itu tidak ridho umat Islam dengan sangat fanatis dan membabi buta mendewakan sekolah, sehingga para beliau itu menolak untuk memenuhi hasrat murid-2 dan guru-2 sekolah agar bisa lulus UAN," ujar Guru Sufi.
"Oo begitu ya Mbah Kyai," sahut Dullah mulai faham.
"Bahkan di alam barzakh pun para beliau itu prihatin dengan kecenderungan umat Islam terjerat ke dalam kejahilan baru akibat meluas dan menguatnya penyakit TBC modern, yang virus-2nya merupakan mutasi dari virus TBC lama."
"TBC modern?" tukas Dullah penasaran,"Apa maksudnya, Mbah Kyai?"
"Takhayul, Bid'ah, Churafat modern," sahut Guru Sufi.
"Maksudnya apa, Mbah Kyai?"
"Ya sekolah, UAN, UTS, UAS, Try Out, SNMPTN, Yudisium, Wisuda, Tahun Ajaran Baru, LKS, Komite Sekolah, Kurikulum CBSA, KBK, Uang Gedung, SPP, NEM, Ijazah-2, Gelar-2 Akademik, dll adalah hantu-hantu, klenik-klenik, horror-horror, takhayul-2, bid'ah-2, dan churafat-2 modern yang ditakuti murid-2, guru-2, orang tua murid, dan wali murid- wali murid. Sekolah dengan UAN-nya, sudah menjadi momok bagi manusia. Lihat di TV, para ibu berjilbab yang mengaku beriman kepada Allah, bisa menangis tersedu-sedu karena takut dengan UAN, hantu modern yang dianggap menentukan nasib dan peruntungan anak-anak mereka. Itu harus diberantas," sahut Guru Sufi.
"Apa salah satu caranya dengan memberi "bantuan darurat" kepada murid-2?"
"Itu jalan yang terbaik."
"Tapi itu kan melanggar aturan, norma, dan nilai-2?" sahut Dullah.
"Aturan, norma dan nilai apa?" gumam Guru Sufi serius.
"Ya aturan, norma dan nilai-2 sekolah?"
"He Dul, kamu tahu tidak dasar epsitemologi filsafat ilmu yang dianut sekolah?"
"Ya tahu, Mbah Kyai?"
"Apa saja itu?"
"Obyektif, Impersonal, Bebas Nilai."
"Nah kalau sudah impersonal, itu kan artinya tidak ada person yang bertanggung jawab? Begitu juga dengan Bebas Nilai, kenapa tiba-tiba kamu bikin sekolah ada nilai-nilai seperti baik-buruk, halal-haram, benar-salah, boleh dan tidak boleh, etis dan tidak etis...?"
"Tapi Mbah Kyai, buktinya di sekolah ada aturan nilai-2 seperti dilarang mencontek, dilarang ada joki, guru dilarang memberi bantuan murid untuk menyelesaikan soal-2 UAN," sahut Dullah.
"Itu yang disebut BEBAS NILAI yang bisa bermakna BEBAS MEMBERI NILAI," kata Guru Sufi,"Artinya, siapa yang berkuasa boleh bebas memberi nilai yang menguntungkan para penguasa."
"Maksudnya?"
"Ya UAN itu sendiri merupakan kegiatan yang melanggar hukum. Karena MA sudah memutuskan bahwa pelaksanaan UAN dilarang. Itu artinya, mahkamah hukum tertinggi sudah menetapkan aturan bahwa UAN itu dilarang. Faktanya, ya jalan terus. Itu nilai apa yang dianut? Bukankah itu bebas nilai? Bebas memberi nilai?" tukas Guru Sufi.
"Ah bener juga ya Mbah Kyai, kegiatan yang melanggar hukum itu kan ilegal. Aneh juga kalau kegiatan ilegal membuat aturan tidak boleh dilanggar, yang melanggar disebut kriminal dan dijebloskan ke penjara...Hmm, faham saya sekarang Mbah Kyai," sahut Dullah buru-buru mendekati para guru, menyampaikan petunjuk Guru Sufi.
You have read this article with the title UAN Sebagai Takhayul-Bid'ah-Churafat Modern. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/uan-sebagai-takhayul-bidah-churafat.html. Thanks!
No comment for "UAN Sebagai Takhayul-Bid'ah-Churafat Modern"
Post a Comment