Usai shalat asyar berjama’ah para santri berkerumun di depan mading membaca dua berita yang baru diunduh dari www.news.detik.com dan www.seputar-indonesia.com yang isinya membuat para santri geleng-geleng kepala dan mendecakkan mulut. Isi berita itu sebagai berikut:
Semarang - Muttaqin, seorang ustadz dari desa Purwosari, Sukorejo, Kendal tidak menyangka menjadi korban pengeroyokan karena khotbahnya saat Salat Jumat. Ia dihajar massa karena berkhotbah terkait tembakau.
Ia menceritakan, Jumat lalu sekitar pukul 19.30 WIB, (23/11/2012), rumahnya didatangi oleh sejumlah orang yang menanyakan apakah dirinya yang berkhotbah saat Salat Jumat. Setelah menjawab pertanyaan tersebut Mutaqqin langsung diseret ke depan rumah tokoh warga bernama Ruwadi.
"Ada orang berteriak, saya disuruh keluar. Dia tanya apa saya yang khotbah tadi siang. Saya jawab 'iya'. Saya lalu dipukuli 15 menit," katanya saat dihubungi melalui telepon, Kamis (29/11/2012).
Dari para pelaku yang diperkirakan berjumlah 20 orang, samar-samar Mutaqqin mendengar alasan kenapa ia dihajar. Menurut para pelaku, ia dihajar karena dalam khotbah Jumatnya menyinggung soal tembakau dan warga sekitar mayoritas adalah petani tembakau.
"Padahal dalam khotbah tidak ada itu (menyinggung tembakau)," ujar Mutaqqin.
Ustadz tersebut berhenti dihajar setelah sampai di depan rumah kepala dusun. Namun saat perjalanan pulang ia mendapati seseorang bernama Chairun juga dihajar. Mutaqqin lalu kembali ke rumah kepala dusun untuk meminta bantuan.
Tidak terima diberlakukan demikian, Mutaqqin dan organisasinya yaitu Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Jawa Tengah melaporkannya ke Polda Jateng. "Saya ingin masalah ini diproses secara hukum," imbuh Mutaqqin.
Sementara itu humas JAT, Endro Sudarsono mengatakan, selain Mutaqqin dan Chairun, ada satu orang lagi anggota JAT yang dihajar massa yaitu Heryadi.
"Tadinya mau lapor ke Polda, tapi ternyata Pak Chairun sudah lapor ke Polres Kendal. Karena kasusnya sama maka saya lapor ke Polres Kendal juga," tutup Endro
Empat Warga NU Ditahan, PCNU Kendal Protes Polres
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kendal kemarin melakukan protes keras terhadap penahanan empat warganya yang terlibat pemukulan terhadap dua anggota Jamaah Ansoru Tauhid (JAT).
Empat warga NU asal Desa Purwosari, Kecamatan Sukorejo yang ditahan di Polres sejak Selasa (4/12) yakni Asikin, Wan Supriyantoyono, Trimo Blimut dan Khaeron. Mereka diduga memukul dua anggota JAT, yakni Muttaqin dan Khoeron pada Jumat (30/11). Aksi pemukulan terjadi setelah Muttaqin menjadi khatib salat Jumat di Masjid Purwosari, Kecamatan Sukorejo. Dalam khutbahnya lewat pengeras suara, Muttaqin mengkafirkan warga NU yang menggelar tahlilan, manakib, dan ziarah kubur. Jadi alasan soal tembakau, itu mengada-ada.
Warga kampung yang jengkel dengan khutbah tersebut kemudian mencegat kedua korban. Selanjutnya terjadi adu mulut dan berakhir dengan pemukulan. Ketua PCNU Kendal KH Mohammad Danial didampingi Ketua Ansor Wahidin Said kemarin mendatangi Mapolres Kendal. Di Polres, keduanya diterima Kasat Reskrim AKP Agus Purwanto.Dalam pertemuan, mereka meminta empat warga NU tersebut ditangguhkan penahanannya.
Sementara di gedung NU, puluhan personel Barisan Ansor Serbaguna (Banser) disiapkan untuk menggeruduk Mapolres jika empat rekannya tidak dibebaskan. KH Mohammad Danial menilai polisi tidak berimbang dalam menangani kasus tersebut. Saat anggota JAT menistakan agama dengan mengkafirkan warga NU, polisi hanya diam. Namun ketika warga NU mereaksi dengan memukul anggota JAT, polisi langsung bergerak dengan menahan warganya.
Warga NU terpancing melakukan pemukulan kepada anggota JAT karena sejak 2008 mereka selalu mengkafirkan warga yang menggelar tahlil, manakib, dan ziarah kubur.“Jadi tahun ini istilahnya puncak kulminasi kemarahan warga NU yang selalu dikafirkan mereka,” ujar Danial. Menurut Danial, polisi mengesampingkan aspek keamanan dan ketertiban. Mestinya sebelum terjadi kasus pemukulan polisi harus menangani kasus penistaan agama yang dilakukan dua korban pemukulan yang anggota JAT.
Sementara,Ketua Generasi Muda Nahdlatul Ulama (GMNU) Nasikhin Jr mengaku pihaknya siap menggeruduk Mapolres untuk membebaskan empat warga NU.Ratusan personel Banser juga siap dikerahkan untuk membantu membebaskan warga yang ditahan polisi. Bahkan pihaknya siap menggelar razia terhadap anggota JAT di Kendal.
Usai berbincang satu sama lain, para santri menemui Sufi tua yang sedang duduk di teras musholla bersama Sufi Sudrun, Sufi Kenthir, dan Dullah. Niswatin yang penasaran meminta penjelasan seputar konflik JAT yang Wahhabi dengan NU yang Sunni. “Kalau sudah konflik seperti ini, apa tidak makin parah ke depannya nanti, pakde?” tanya Niswatin ingin tahu.
“Ah semua itu sebenarnya peristiwa ulangan saja,” kata Sufi tua berkomentar,”Maksudnya, sejarah itu cenderung terulang.”
“Maksudnya bagaimana pakde?” tanya Niswatin penasaran.
“Perang Wahhabi dengan NU kan sudah pernah terjadi di masa lalu?” kata Sufi tua.
“Kapan itu pakde?” sergah Patek menyela,”Saya kok belum tahu?”
“Perang pertama, sewaktu Perang Paderi di Sumatera Barat. Itu sejatinya kan perangnya Wahhabi dengan NU meski organisasi NU waktu itu belum terbentuk tapi tradisi keagamaan umat Islam di Sumatera Barat yang dikafirkan Wahhabi itu adalah sama dengan NU,” kata Sufi tua
“O itu saya pernah dengar dari Bagindo Letter, kepala adat Minang, pakde. Beliau menyatakan bahwa Perang Paderi itu sejatinya adalah perang Wahhabi-Sunni,” kata Patek.
“Yang kedua, ketika pecah konflik PKI dengan NU antara tahun 1964 – 1966,” kata Sufi tua.
Para santri tersentak kaget. Anoman yang penasaran langsung bertanya,”Bagaimana pakde bisa memandang konflik PKI – NU sebagai konfliknya Wahhabi dengan NU?”
“Lha pimpinan tertinggi PKI saat itu siapa?” tanya Sufi tua.
“Emh,..kalau tidak salah D.N.Aidit, pakde,” kata Anoman.
“Itu dia, Aidit itu keluarga Arab badui penganut Wahhabi,” kata Sufi tua,”Lewat PKI dilakukan penghujatan terhadap adat tradisi NU. Para kyai digolongkan sebagai setan desa. Tanah wakaf diserobot. Caci-maki terhadap kyai-kyai NU yang dianggap borjuis-feodal terus dilakukan sampai pecah konflik di berbagai tempat yang memuncak saat PKI melakukan makar.”
“Apa konfliknya dulu seperti di Kendal, pakde?”
“Mirip sekali,” kata Sufi tua,”Tanya orang-orang seusiaku yang mengalami peristiwa itu. Baca juga tulisan Agus Sunyoto berjudul Banser Berjihad Menumpas PKI. Semua itu konflik di akar yang meruyak sampai ke tingkat nasional.”
“Bagaimana pakde bisa menyimpulkan ada unsur Wahhabi dalam konflik berdarah PKI dengan NU?” tanya Niswatin ingin tahu.
“Gampang saja,” sahut Sufi tua,”Alimin, tokoh PKI internasional yang terlibat pemberontakan FDR/PKI tahun 1948 di Madiun, yang mengambil korban para kyai. Tapi di akhir hayatnya, Alimin berwasiat agar saat mati kelak ia ingin mati sebagai orang Jawa, yang didoakan dengan tahlilan dan slametan pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000 hari. Itulah saat mati, orang-orang NU memaafkan kesalahan Alimin. Beramai-ramai mereka tahlilan mendoakan arwah tokoh PKI internasional itu.”
“:Dan orang NU tidak memaafkan Aidit beserta pengikutnya karena Aidit badui Wahhabi, begitu pakde?” tanya Niswatin.
“Kayaknya begitu, menurut simpulanku,” kata Sufi tua,”Entah benar entah tidak.”
Semarang - Muttaqin, seorang ustadz dari desa Purwosari, Sukorejo, Kendal tidak menyangka menjadi korban pengeroyokan karena khotbahnya saat Salat Jumat. Ia dihajar massa karena berkhotbah terkait tembakau.
Ia menceritakan, Jumat lalu sekitar pukul 19.30 WIB, (23/11/2012), rumahnya didatangi oleh sejumlah orang yang menanyakan apakah dirinya yang berkhotbah saat Salat Jumat. Setelah menjawab pertanyaan tersebut Mutaqqin langsung diseret ke depan rumah tokoh warga bernama Ruwadi.
"Ada orang berteriak, saya disuruh keluar. Dia tanya apa saya yang khotbah tadi siang. Saya jawab 'iya'. Saya lalu dipukuli 15 menit," katanya saat dihubungi melalui telepon, Kamis (29/11/2012).
Dari para pelaku yang diperkirakan berjumlah 20 orang, samar-samar Mutaqqin mendengar alasan kenapa ia dihajar. Menurut para pelaku, ia dihajar karena dalam khotbah Jumatnya menyinggung soal tembakau dan warga sekitar mayoritas adalah petani tembakau.
"Padahal dalam khotbah tidak ada itu (menyinggung tembakau)," ujar Mutaqqin.
Ustadz tersebut berhenti dihajar setelah sampai di depan rumah kepala dusun. Namun saat perjalanan pulang ia mendapati seseorang bernama Chairun juga dihajar. Mutaqqin lalu kembali ke rumah kepala dusun untuk meminta bantuan.
Tidak terima diberlakukan demikian, Mutaqqin dan organisasinya yaitu Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Jawa Tengah melaporkannya ke Polda Jateng. "Saya ingin masalah ini diproses secara hukum," imbuh Mutaqqin.
Sementara itu humas JAT, Endro Sudarsono mengatakan, selain Mutaqqin dan Chairun, ada satu orang lagi anggota JAT yang dihajar massa yaitu Heryadi.
"Tadinya mau lapor ke Polda, tapi ternyata Pak Chairun sudah lapor ke Polres Kendal. Karena kasusnya sama maka saya lapor ke Polres Kendal juga," tutup Endro
Empat Warga NU Ditahan, PCNU Kendal Protes Polres
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kendal kemarin melakukan protes keras terhadap penahanan empat warganya yang terlibat pemukulan terhadap dua anggota Jamaah Ansoru Tauhid (JAT).
Empat warga NU asal Desa Purwosari, Kecamatan Sukorejo yang ditahan di Polres sejak Selasa (4/12) yakni Asikin, Wan Supriyantoyono, Trimo Blimut dan Khaeron. Mereka diduga memukul dua anggota JAT, yakni Muttaqin dan Khoeron pada Jumat (30/11). Aksi pemukulan terjadi setelah Muttaqin menjadi khatib salat Jumat di Masjid Purwosari, Kecamatan Sukorejo. Dalam khutbahnya lewat pengeras suara, Muttaqin mengkafirkan warga NU yang menggelar tahlilan, manakib, dan ziarah kubur. Jadi alasan soal tembakau, itu mengada-ada.
Warga kampung yang jengkel dengan khutbah tersebut kemudian mencegat kedua korban. Selanjutnya terjadi adu mulut dan berakhir dengan pemukulan. Ketua PCNU Kendal KH Mohammad Danial didampingi Ketua Ansor Wahidin Said kemarin mendatangi Mapolres Kendal. Di Polres, keduanya diterima Kasat Reskrim AKP Agus Purwanto.Dalam pertemuan, mereka meminta empat warga NU tersebut ditangguhkan penahanannya.
Sementara di gedung NU, puluhan personel Barisan Ansor Serbaguna (Banser) disiapkan untuk menggeruduk Mapolres jika empat rekannya tidak dibebaskan. KH Mohammad Danial menilai polisi tidak berimbang dalam menangani kasus tersebut. Saat anggota JAT menistakan agama dengan mengkafirkan warga NU, polisi hanya diam. Namun ketika warga NU mereaksi dengan memukul anggota JAT, polisi langsung bergerak dengan menahan warganya.
Warga NU terpancing melakukan pemukulan kepada anggota JAT karena sejak 2008 mereka selalu mengkafirkan warga yang menggelar tahlil, manakib, dan ziarah kubur.“Jadi tahun ini istilahnya puncak kulminasi kemarahan warga NU yang selalu dikafirkan mereka,” ujar Danial. Menurut Danial, polisi mengesampingkan aspek keamanan dan ketertiban. Mestinya sebelum terjadi kasus pemukulan polisi harus menangani kasus penistaan agama yang dilakukan dua korban pemukulan yang anggota JAT.
Sementara,Ketua Generasi Muda Nahdlatul Ulama (GMNU) Nasikhin Jr mengaku pihaknya siap menggeruduk Mapolres untuk membebaskan empat warga NU.Ratusan personel Banser juga siap dikerahkan untuk membantu membebaskan warga yang ditahan polisi. Bahkan pihaknya siap menggelar razia terhadap anggota JAT di Kendal.
Usai berbincang satu sama lain, para santri menemui Sufi tua yang sedang duduk di teras musholla bersama Sufi Sudrun, Sufi Kenthir, dan Dullah. Niswatin yang penasaran meminta penjelasan seputar konflik JAT yang Wahhabi dengan NU yang Sunni. “Kalau sudah konflik seperti ini, apa tidak makin parah ke depannya nanti, pakde?” tanya Niswatin ingin tahu.
“Ah semua itu sebenarnya peristiwa ulangan saja,” kata Sufi tua berkomentar,”Maksudnya, sejarah itu cenderung terulang.”
“Maksudnya bagaimana pakde?” tanya Niswatin penasaran.
“Perang Wahhabi dengan NU kan sudah pernah terjadi di masa lalu?” kata Sufi tua.
“Kapan itu pakde?” sergah Patek menyela,”Saya kok belum tahu?”
“Perang pertama, sewaktu Perang Paderi di Sumatera Barat. Itu sejatinya kan perangnya Wahhabi dengan NU meski organisasi NU waktu itu belum terbentuk tapi tradisi keagamaan umat Islam di Sumatera Barat yang dikafirkan Wahhabi itu adalah sama dengan NU,” kata Sufi tua
“O itu saya pernah dengar dari Bagindo Letter, kepala adat Minang, pakde. Beliau menyatakan bahwa Perang Paderi itu sejatinya adalah perang Wahhabi-Sunni,” kata Patek.
“Yang kedua, ketika pecah konflik PKI dengan NU antara tahun 1964 – 1966,” kata Sufi tua.
Para santri tersentak kaget. Anoman yang penasaran langsung bertanya,”Bagaimana pakde bisa memandang konflik PKI – NU sebagai konfliknya Wahhabi dengan NU?”
“Lha pimpinan tertinggi PKI saat itu siapa?” tanya Sufi tua.
“Emh,..kalau tidak salah D.N.Aidit, pakde,” kata Anoman.
“Itu dia, Aidit itu keluarga Arab badui penganut Wahhabi,” kata Sufi tua,”Lewat PKI dilakukan penghujatan terhadap adat tradisi NU. Para kyai digolongkan sebagai setan desa. Tanah wakaf diserobot. Caci-maki terhadap kyai-kyai NU yang dianggap borjuis-feodal terus dilakukan sampai pecah konflik di berbagai tempat yang memuncak saat PKI melakukan makar.”
“Apa konfliknya dulu seperti di Kendal, pakde?”
“Mirip sekali,” kata Sufi tua,”Tanya orang-orang seusiaku yang mengalami peristiwa itu. Baca juga tulisan Agus Sunyoto berjudul Banser Berjihad Menumpas PKI. Semua itu konflik di akar yang meruyak sampai ke tingkat nasional.”
“Bagaimana pakde bisa menyimpulkan ada unsur Wahhabi dalam konflik berdarah PKI dengan NU?” tanya Niswatin ingin tahu.
“Gampang saja,” sahut Sufi tua,”Alimin, tokoh PKI internasional yang terlibat pemberontakan FDR/PKI tahun 1948 di Madiun, yang mengambil korban para kyai. Tapi di akhir hayatnya, Alimin berwasiat agar saat mati kelak ia ingin mati sebagai orang Jawa, yang didoakan dengan tahlilan dan slametan pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan ke-1000 hari. Itulah saat mati, orang-orang NU memaafkan kesalahan Alimin. Beramai-ramai mereka tahlilan mendoakan arwah tokoh PKI internasional itu.”
“:Dan orang NU tidak memaafkan Aidit beserta pengikutnya karena Aidit badui Wahhabi, begitu pakde?” tanya Niswatin.
“Kayaknya begitu, menurut simpulanku,” kata Sufi tua,”Entah benar entah tidak.”
You have read this article Badui /
Wahhabi
with the title PENISTAAN AGAMA. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/12/penistaan-agama.html. Thanks!
Al-Imam Ali bin Harb Al-Maushili berkata :”Setiap ahli hawa (pengekor hawa nafsu) selalu berdusta dan tidak peduli dengan kedustaannya!” (Diriwayatkan oleh Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Al-Kifayah hlm. 123)
ReplyDeleteilmu menjadikan kita bijak, bodoh menjadikan umat cepet ngamuk.Tugas ulama menjadikan umat berilmu bukan tukang ngamuk
harusnya ajak JAT debat terbuka dengan hakim dari POLRES. biar ga da ngamuk-ngamuk.FAIR?
ReplyDeletedulu wahabbi juga berperang melawan kafir quraish yg membela tradisi lho. DASAR wahhabi!
ReplyDeleteEh bangsat lo kalau gak tahu sejarah minang jangan sok tau!!, Perang paderi tuh perang adat sama agama bukan NU vs Wahabi, gw kasih tau sama lo NU itu lambanganya 9 bintang = wali songo, emang ada wali songo di Sumatera Barat atau Pulau Sumatera, pake otak lo kalau ngomong jangan asal lo dasar kejawen, ngatain wahabilah, kalau yang lo maksud wahabi itu Muhammadiyah ngajak ribut lo kiyai sesat lo. Makanya baca tuh sejarah bego
ReplyDeleteSepertinya anda yang perlu membaca sejarah :)
DeleteSaya warga purwosari,
ReplyDeletedan isi ceramahnyapun aslinya jelas menyinggung petani tembakau..
Karna kaumnya itu mengharamkan tembakau..
Saya atas nama warga purwosari yang netral