Sebagaimana kita ketahui bahwa pencapaian tertinggi ibadah puasa Ramadhan adalah taqwa, yaitu amaliah ibadah yang tahapan-tahapan pencapaian ruhaninya berkaitan dengan proses terbukanya selubung-selubung hijab yang menutupi alam gaib, begitulah sepanjang mujahadah melampaui puasa Ramadhan akan ditandai oleh ketersingkapan-ketersingkapan kesadaran sedemikian rupa akan rahasia Ilahi yang terselubungi alam gaib, di mana ketersingkapan itu tidak sekedar penyingkapan (kasyf) kegaiban Lailatul Qodr, melainkan terkait pula dengan penyingkapan haqqi qat Al-Qodir, Dzat Yang Memiliki dan Menetapkan Lailatul Qodr.
PENYINGKAPAN (kasyf) yang sama dengan pembukaan (futuh) memiliki kesamaan arti pula dengan ‘merasakan’, menyaksikan, hasrat ilahiyyah. Masing-masing kata tersebut menunjuk kepada pencapaian pengetahuan tanpa perantaraan guru, atau melalui belajar atau melalui pengerahan kemampuan rasional. Itu pencapaian pengetahuan bersifat intuitif.
Dalam proses penyingkapan Tuhan 'membuka' hati sang hamba yang bermujahadah untuk menanamkan pengetahuan. Jenis pengetahuan ini datang dengan tiba-tiba setelah menunggu di dalam khalwat dan ‘uzlah dengan sabar di dekat ‘pintu’ Ilahi. Pada momen ini seorang hamba tidak lagi berada pada keadaan ‘berupaya’ atau ‘mencari’ melainkan dalam kepasrahan total. Lillah. Billah.
Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibn ‘Arabi mengatakan, “Para nabi dan Kekasih–kekasih Allah tidak memiliki pengetahuan Tuhan yang berasal dari refleksi (rasio). Tuhan telah menyucikan mereka dari hal itu. Bahkan mereka memiliki ‘pembukaan dari penyingkapan’ melalui Yang Nyata (Al-Haqq) lewat bashirah.”
Jika seseorang ingin mencapai ‘penyingkapan’ (kasyf), maka dia harus menjalankan semua syari’at dan menerapkan disiplin thariqat di bawah bimbingan seorang syekh yang telah mengalami penyingkapan tersebut, yaitu syekh yang sudah wushul. Syekh harus sudah mencapai maqam Taqwa, sehingga Tuhan mengajarkannya pengetahuan haqqi qi dari sisi-Nya.“Bertaqwalah kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarkan ilmu kepadamu” (QS 2 : 282)
Sayyidina Ali KW berkata, “Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia telah menjadikan zikir kepada-Nya sebagai penerang hati, yang menjadikan mereka dapat mendengar setelah tuli dan menjadikan mereka dapat melihat setelah buta, dan menjadikan mereka taat setelah mereka menentang. Dalam setiap kurun waktu, ketika tidak ada lagi para nabi, (akan) ada individu-individu tertentu yang kepadanya Dia berbicara secara perlahan-perlahan melalui kesadaran dan akal mereka.”
Jika seseorang ingin mengalami penyingkapan ilahiyyah dan dianugerahi pengetahuan dari Allah secara langsung, Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi mengajarkan, “Dia hendaknya menempuh jalan sebagaimana yang ditempuh oleh para syekh dan melakukan khalwat serta mendisiplinkan zikir. Maka Tuhan pun akan melimpahkan pengetahuan-Nya secara langsung ke dalam hatinya. Kata beliau lagi, “Penyingkapan akan mereka capai melalui khalwat ketika cahaya turun kepada mereka, mengantarkan pengetahuan suci.”
Tiada sesuatu pun yang terbuka bagi wali Tuhan kecuali pemahaman terhadap Kitab Yang Maha Kuasa. Namun demikian penyingkapan bukanlah tujuan. Tujuan utama dari berzikir kepada-Nya adalah taqwa itu sendiri yang berakhir kepada penghambaan secara total kepada Al-Ma'bud - Sang Wujud! Dan sebagian kecil di antara khalwat adalah iktikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan.”
Jika seseorang ber-istiqamah di dalam pengasingan ruhani dan senantiasa berzikir, mengosongkan ruang hati
dari pemikiran reflektif dan duduk seperti pengemis yang tidak mempunyai apa-apa di depan pintu Tuhan mereka, maka Allah akan menganugerahinya dan memberinya beberapa pengetahuan dari-Nya yaitu pengetahuan rahasia dan pemahaman Ilahiyah yakni pengetahuan yang dianugerahi-Nya kepada Nabi Khidir as (Syaikh al-Akbar Ibnu ‘Araby, Futuhat al-Makkiyyah 1 : 31).
Selamat beriktikaf, semoga mencapai penyingkapan untuk menyaksikan kemuliaan Yang Mahaghaib Yang melimpahkan cahaya ketaqwaan kepada hamba yang dikehendaki-Nya, dan akan mendekati hamba-Nya yang mendekati-Nya lebih dekat sebagaimana sabda-Nya dalam Hadits Qudsy: "Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam suatu jamaah manusia, maka Aku pun akan mengingatnya dalam kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka. Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari." (Shahih Muslim No.4832)
PENYINGKAPAN (kasyf) yang sama dengan pembukaan (futuh) memiliki kesamaan arti pula dengan ‘merasakan’, menyaksikan, hasrat ilahiyyah. Masing-masing kata tersebut menunjuk kepada pencapaian pengetahuan tanpa perantaraan guru, atau melalui belajar atau melalui pengerahan kemampuan rasional. Itu pencapaian pengetahuan bersifat intuitif.
Dalam proses penyingkapan Tuhan 'membuka' hati sang hamba yang bermujahadah untuk menanamkan pengetahuan. Jenis pengetahuan ini datang dengan tiba-tiba setelah menunggu di dalam khalwat dan ‘uzlah dengan sabar di dekat ‘pintu’ Ilahi. Pada momen ini seorang hamba tidak lagi berada pada keadaan ‘berupaya’ atau ‘mencari’ melainkan dalam kepasrahan total. Lillah. Billah.
Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibn ‘Arabi mengatakan, “Para nabi dan Kekasih–kekasih Allah tidak memiliki pengetahuan Tuhan yang berasal dari refleksi (rasio). Tuhan telah menyucikan mereka dari hal itu. Bahkan mereka memiliki ‘pembukaan dari penyingkapan’ melalui Yang Nyata (Al-Haqq) lewat bashirah.”
Jika seseorang ingin mencapai ‘penyingkapan’ (kasyf), maka dia harus menjalankan semua syari’at dan menerapkan disiplin thariqat di bawah bimbingan seorang syekh yang telah mengalami penyingkapan tersebut, yaitu syekh yang sudah wushul. Syekh harus sudah mencapai maqam Taqwa, sehingga Tuhan mengajarkannya pengetahuan haqqi qi dari sisi-Nya.“Bertaqwalah kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarkan ilmu kepadamu” (QS 2 : 282)
Sayyidina Ali KW berkata, “Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia telah menjadikan zikir kepada-Nya sebagai penerang hati, yang menjadikan mereka dapat mendengar setelah tuli dan menjadikan mereka dapat melihat setelah buta, dan menjadikan mereka taat setelah mereka menentang. Dalam setiap kurun waktu, ketika tidak ada lagi para nabi, (akan) ada individu-individu tertentu yang kepadanya Dia berbicara secara perlahan-perlahan melalui kesadaran dan akal mereka.”
Jika seseorang ingin mengalami penyingkapan ilahiyyah dan dianugerahi pengetahuan dari Allah secara langsung, Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi mengajarkan, “Dia hendaknya menempuh jalan sebagaimana yang ditempuh oleh para syekh dan melakukan khalwat serta mendisiplinkan zikir. Maka Tuhan pun akan melimpahkan pengetahuan-Nya secara langsung ke dalam hatinya. Kata beliau lagi, “Penyingkapan akan mereka capai melalui khalwat ketika cahaya turun kepada mereka, mengantarkan pengetahuan suci.”
Tiada sesuatu pun yang terbuka bagi wali Tuhan kecuali pemahaman terhadap Kitab Yang Maha Kuasa. Namun demikian penyingkapan bukanlah tujuan. Tujuan utama dari berzikir kepada-Nya adalah taqwa itu sendiri yang berakhir kepada penghambaan secara total kepada Al-Ma'bud - Sang Wujud! Dan sebagian kecil di antara khalwat adalah iktikaf di sepuluh malam terakhir Ramadhan.”
Jika seseorang ber-istiqamah di dalam pengasingan ruhani dan senantiasa berzikir, mengosongkan ruang hati
dari pemikiran reflektif dan duduk seperti pengemis yang tidak mempunyai apa-apa di depan pintu Tuhan mereka, maka Allah akan menganugerahinya dan memberinya beberapa pengetahuan dari-Nya yaitu pengetahuan rahasia dan pemahaman Ilahiyah yakni pengetahuan yang dianugerahi-Nya kepada Nabi Khidir as (Syaikh al-Akbar Ibnu ‘Araby, Futuhat al-Makkiyyah 1 : 31).
Selamat beriktikaf, semoga mencapai penyingkapan untuk menyaksikan kemuliaan Yang Mahaghaib Yang melimpahkan cahaya ketaqwaan kepada hamba yang dikehendaki-Nya, dan akan mendekati hamba-Nya yang mendekati-Nya lebih dekat sebagaimana sabda-Nya dalam Hadits Qudsy: "Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam suatu jamaah manusia, maka Aku pun akan mengingatnya dalam kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka. Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari." (Shahih Muslim No.4832)
You have read this article with the title Puasa, Dzikr, Iktikaf, Uzlah, Kasyaf, Taqwa. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/puasa-dzikr-iktikaf-uzlah-kasyaf-taqwa.html. Thanks!
No comment for "Puasa, Dzikr, Iktikaf, Uzlah, Kasyaf, Taqwa"
Post a Comment