Memasuki malam ke-24, ustad Dul Wahab beserta murid-muridnya berangkat ke Masjid Kamandollah untuk iktikaf. Di tengah jalan, mereka berpapasan dengan Sufi tua yang berjalan bersama Dullah. Dullah yang curiga melihat iring-iringan itu menyapa,"Assalamau'alaikum ustadz...Mau ke mana ini rame-rame tengah malam begini?"
Ustadz Dul Wahab menyahut,"Walaikumsalam. Ini mau iktikaf ke masjid."
"Lha, ini kan malam genap, ustadz," tanya Dullah heran,"Lailatul Qodar kan munculnya malam ganjil."
"Siapa bilang ini malam genap?" sahut ustadz Dul Wahab tegas,"Ini malam ke-25."
"Lho ustadz, apa sampeyan lupa tah kalau ini malam ke-24?"
"Ini malam ke-25," tegas ustadz Dul Wahab dibenarkan murid-muridnya.
Di tengah kegaduhan, Sufi tua berkata,"Dullah, ustadz Dul Wahab benar, meyakini ini malam ke-25. Kamu juga tidak salah meyakini malam ke-24."
"Lho kok bisa begitu, pakde?" sahut Dullah heran.
"Kamu awal puasanya kapan?" tanya Sufi tua.
"Tanggal 21 Juli 2012, pakde.
"Kalau begitu, malam ini adalah malam ke-24 bagimu," sahut Sufi tua,"Sedang ustadz Dul Wahab, awal Ramadhan yang diyakininya tanggal 20 Juli 2012. Jadi malam ini adalah malam ke-25 baginya."
"Wah kalau begitu jadi tambah sulit ya mengharap beroleh lailatul qodar," gumam Dullah menggerutu,"Soalnya, untuk menentukan malam ganjil saja sudah sulit apalagi menentukan lailatul qodarnya."
"Oo tidak sulit," kata ustad Dul Wahab,"Karena yang pasti benar adalah hisab yang kuyakini."
"Tapi lepas dari benar atau tidak siapa yang paling benar dalam menentukan awal puasa dan ganjilnya sepuluh hari malam terakhir Ramadhan, perbedaan itu justru menjadi rahmat bagi umat Islam sebagaimana sabda Rasul Sawa,"Iktilafu 'ala ummati rahmat."
"Rahmat bagaimana pakde, wong nyatanya menentukan malam ganjil saja sudah sulit?" sergah Dullah heran.
"Ya sepanjang sepuluh akhir Ramadhan, harus dianggap sebagai malam ganjil semua. Artinya, ibadahmu harus lebih ditingkatkan kualitasnya sepanjang sepuluh malam terakhir Ramadhan."
"Ya, tapi itu tidak ada tuntunannya," sahut Dullah,"Maksudnya, belum ada petunjuk dan contoh dari Rasul Saw untuk menganggap sepuluh malam yang terakhir di bulan Ramadhan itu dianggap ganjil semua."
"Ya di jaman Rasul Saw juga tidak ada menghitung awal Ramadhan dengan hisab."
"Jadi pakde?"
"Sudah jangan saling klaim paling bener," sahut Sufi tua,"Karena Rasul Saw tidak pernah memberi contoh berselisih masalah awal Ramadhan. Yang pasti memang tambah sulit tentukan ganjil apalagi tentukan saat tepat menentukan lailatul qodar...."
Ustad Dul Wahab tertegun. Dullah juga tertegun. Sementara Sufi tua ketawa, ia faham bahwa manusia mendapat kesulitan karena ulahnya sendiri...
Ustadz Dul Wahab menyahut,"Walaikumsalam. Ini mau iktikaf ke masjid."
"Lha, ini kan malam genap, ustadz," tanya Dullah heran,"Lailatul Qodar kan munculnya malam ganjil."
"Siapa bilang ini malam genap?" sahut ustadz Dul Wahab tegas,"Ini malam ke-25."
"Lho ustadz, apa sampeyan lupa tah kalau ini malam ke-24?"
"Ini malam ke-25," tegas ustadz Dul Wahab dibenarkan murid-muridnya.
Di tengah kegaduhan, Sufi tua berkata,"Dullah, ustadz Dul Wahab benar, meyakini ini malam ke-25. Kamu juga tidak salah meyakini malam ke-24."
"Lho kok bisa begitu, pakde?" sahut Dullah heran.
"Kamu awal puasanya kapan?" tanya Sufi tua.
"Tanggal 21 Juli 2012, pakde.
"Kalau begitu, malam ini adalah malam ke-24 bagimu," sahut Sufi tua,"Sedang ustadz Dul Wahab, awal Ramadhan yang diyakininya tanggal 20 Juli 2012. Jadi malam ini adalah malam ke-25 baginya."
"Wah kalau begitu jadi tambah sulit ya mengharap beroleh lailatul qodar," gumam Dullah menggerutu,"Soalnya, untuk menentukan malam ganjil saja sudah sulit apalagi menentukan lailatul qodarnya."
"Oo tidak sulit," kata ustad Dul Wahab,"Karena yang pasti benar adalah hisab yang kuyakini."
"Tapi lepas dari benar atau tidak siapa yang paling benar dalam menentukan awal puasa dan ganjilnya sepuluh hari malam terakhir Ramadhan, perbedaan itu justru menjadi rahmat bagi umat Islam sebagaimana sabda Rasul Sawa,"Iktilafu 'ala ummati rahmat."
"Rahmat bagaimana pakde, wong nyatanya menentukan malam ganjil saja sudah sulit?" sergah Dullah heran.
"Ya sepanjang sepuluh akhir Ramadhan, harus dianggap sebagai malam ganjil semua. Artinya, ibadahmu harus lebih ditingkatkan kualitasnya sepanjang sepuluh malam terakhir Ramadhan."
"Ya, tapi itu tidak ada tuntunannya," sahut Dullah,"Maksudnya, belum ada petunjuk dan contoh dari Rasul Saw untuk menganggap sepuluh malam yang terakhir di bulan Ramadhan itu dianggap ganjil semua."
"Ya di jaman Rasul Saw juga tidak ada menghitung awal Ramadhan dengan hisab."
"Jadi pakde?"
"Sudah jangan saling klaim paling bener," sahut Sufi tua,"Karena Rasul Saw tidak pernah memberi contoh berselisih masalah awal Ramadhan. Yang pasti memang tambah sulit tentukan ganjil apalagi tentukan saat tepat menentukan lailatul qodar...."
Ustad Dul Wahab tertegun. Dullah juga tertegun. Sementara Sufi tua ketawa, ia faham bahwa manusia mendapat kesulitan karena ulahnya sendiri...
You have read this article with the title Beda Awal Ramadhan Sulit tentukan malam Ganjil. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/beda-awal-ramadhan-sulit-tentukan-malam.html. Thanks!
No comment for "Beda Awal Ramadhan Sulit tentukan malam Ganjil"
Post a Comment