Tidak tahan terus-terusan menyaksikan ribut-ribut pemerintah membincang masalah subsidi yang bermuara pada terbentuknya opini pencitraan positif pada pemerintah sebaliknya pencitraan negatif pada orang-2 kaya yang menggunakan subsidi, Koh A Hong dan Kang Hartawan Sabtu sore menghadap Guru Sufi untuk meminta petunjuk. Dengan wajah lesu Koh A Hong mengungkapkan keluhannya akibat dituduh para tetangga sebagai makhluk rakus yang suka merampas hak rakyat miskin. "Apakah orang seperti saya beli premium subsidi merupakan kejahatan Mbah Kyai?" tanya Koh A Hong.
Dengan nada serius Guru Sufi menjawab,"Tergantung dari sudut mana engkau melihat masalah itu."
"Tergantung dari sudut melihat?" sahut Koh A Hong,"Apa maksudnya Mbah Kyai?"
"Ya kalau kamu melihat dari sisi rezim berkuasa, tindakanmu itu adalah kejahatan," kata Guru Sufi.
"Kalau dari sudut rakyat, warganegara negeri ini?" tukas Koh A Hong.
"Itu hak kamu sebagai rakyat untuk membeli apa pun yang menurut pemerintah disubsidi," kata Guru Sufi dengan suara tinggi,"Karena sejatinya, Koh A Hong sebagai rakyat telah mensubsidi negara ini sebagaimana rakyat negeri ini yang lain."
"Maaf Mbah Kyai," Kang Hartawan tiba-tiba menyela,"Bagaimana Mbah Kyai bisa bilang bahwa Koh A Hong sebagaimana rakyat yang lain sejatinya telah mensubsidi negara? Bagaimana ini, Mbah? Saya baru dengar sekali ini ada rakyat mensubsidi negara..."
"Wan, Hartawan," kata Guru Sufi ketawa,"Kamu baru dengar kali ini, karena selama ini kamu hanya mengikuti cara pandang yang ditetapkan pemerintah dalam memandang sesuatu."
"Tapi Mbah Kyai, kayaknya tidak masuk akal ada rakyat mensubsidi negara..."
"Tidak masuk akal, karena otakmu sudah dibalik alur nalarnya."
"Maksudnya. Mbah?"
"Kamu merokok tidak?" tanya Guru Sufi
"Ya merokok Mbah Kyai, sehari habis tiga pak."
"Lewat cukai rokok yang kamu beli, sejatinya kamu sudah mensubsidi pemerintah."
Kang hartawan termangu. Koh A Hong garuk-garuk kepala dengan kening mengerut.
"Kamu minum kopi dengan gula? Makan di rumah makan? Beli beras, bensin, minyak goreng, obat, dan kebutuhan sehari-hari yang lain?" tanya Guru Sufi.
"Ya sudah pasti, Mbah Kyai."
"Nah, segala sesuatu yang kalian beli itu dipungut pajak. Nah pajak itu maknanya sama dengan subsidi dari rakyat kepada negara. Tapi subsidi yang disebut pajak itu ada unsur paksaan. Demikianlah, dalam semua aspek pemerintah memungut subsidi dari rakyat. Rakyat punya motor bayar subsidi. Rakyat punya rumah dan tanah wajib bayar subsidi yang disebut PBB. Gaji pegawai, upah buruh, honor pekerja selalu dipotong untuk subsidi negara yang disebut pajak. Bahkan beli buku pun masih dipungut subsidi paksa itu," kata Guru Sufi.
"Wah kalau PAJAK maknanya sama dengan SUBSIDI, berarti selama ini kita semua sudah mensubsidi pemerintah. Tapi kita dibilang malah disubsidi pemerintah, khususnya untuk membentuk kastaisasi rakyat sudra papa yang miskin dan layak subsidi dengan rakyat kaya yg tidak layak subsidi," kata Kang hartawan.
"Ya itu semua sejatinya hanya membalikkan alur logika dengan berpijak pada paradigma dan asumsi berpikir yang sengaja dibentuk untuk memanipulasi kerangka berpikir yang membodohkan rakyat," kata Guru Sufi.
"Hayaah," kata Koh A Hong menepuk kening,"Jadi selama ini kita sudah mensubsidi pemerintah ya..."
"Fakta riil seperti itu, tapi logika pikirnya saja yang diubah."
Dengan nada serius Guru Sufi menjawab,"Tergantung dari sudut mana engkau melihat masalah itu."
"Tergantung dari sudut melihat?" sahut Koh A Hong,"Apa maksudnya Mbah Kyai?"
"Ya kalau kamu melihat dari sisi rezim berkuasa, tindakanmu itu adalah kejahatan," kata Guru Sufi.
"Kalau dari sudut rakyat, warganegara negeri ini?" tukas Koh A Hong.
"Itu hak kamu sebagai rakyat untuk membeli apa pun yang menurut pemerintah disubsidi," kata Guru Sufi dengan suara tinggi,"Karena sejatinya, Koh A Hong sebagai rakyat telah mensubsidi negara ini sebagaimana rakyat negeri ini yang lain."
"Maaf Mbah Kyai," Kang Hartawan tiba-tiba menyela,"Bagaimana Mbah Kyai bisa bilang bahwa Koh A Hong sebagaimana rakyat yang lain sejatinya telah mensubsidi negara? Bagaimana ini, Mbah? Saya baru dengar sekali ini ada rakyat mensubsidi negara..."
"Wan, Hartawan," kata Guru Sufi ketawa,"Kamu baru dengar kali ini, karena selama ini kamu hanya mengikuti cara pandang yang ditetapkan pemerintah dalam memandang sesuatu."
"Tapi Mbah Kyai, kayaknya tidak masuk akal ada rakyat mensubsidi negara..."
"Tidak masuk akal, karena otakmu sudah dibalik alur nalarnya."
"Maksudnya. Mbah?"
"Kamu merokok tidak?" tanya Guru Sufi
"Ya merokok Mbah Kyai, sehari habis tiga pak."
"Lewat cukai rokok yang kamu beli, sejatinya kamu sudah mensubsidi pemerintah."
Kang hartawan termangu. Koh A Hong garuk-garuk kepala dengan kening mengerut.
"Kamu minum kopi dengan gula? Makan di rumah makan? Beli beras, bensin, minyak goreng, obat, dan kebutuhan sehari-hari yang lain?" tanya Guru Sufi.
"Ya sudah pasti, Mbah Kyai."
"Nah, segala sesuatu yang kalian beli itu dipungut pajak. Nah pajak itu maknanya sama dengan subsidi dari rakyat kepada negara. Tapi subsidi yang disebut pajak itu ada unsur paksaan. Demikianlah, dalam semua aspek pemerintah memungut subsidi dari rakyat. Rakyat punya motor bayar subsidi. Rakyat punya rumah dan tanah wajib bayar subsidi yang disebut PBB. Gaji pegawai, upah buruh, honor pekerja selalu dipotong untuk subsidi negara yang disebut pajak. Bahkan beli buku pun masih dipungut subsidi paksa itu," kata Guru Sufi.
"Wah kalau PAJAK maknanya sama dengan SUBSIDI, berarti selama ini kita semua sudah mensubsidi pemerintah. Tapi kita dibilang malah disubsidi pemerintah, khususnya untuk membentuk kastaisasi rakyat sudra papa yang miskin dan layak subsidi dengan rakyat kaya yg tidak layak subsidi," kata Kang hartawan.
"Ya itu semua sejatinya hanya membalikkan alur logika dengan berpijak pada paradigma dan asumsi berpikir yang sengaja dibentuk untuk memanipulasi kerangka berpikir yang membodohkan rakyat," kata Guru Sufi.
"Hayaah," kata Koh A Hong menepuk kening,"Jadi selama ini kita sudah mensubsidi pemerintah ya..."
"Fakta riil seperti itu, tapi logika pikirnya saja yang diubah."
You have read this article with the title Membalik Logika Subsidi. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/membalik-logika-subsidi.html. Thanks!
No comment for "Membalik Logika Subsidi"
Post a Comment