Kasta Kapitalis di Negara Neoliberal

Ketika ribut-2 soal penangkapan Neneng Sri Wahyuini oleh KPK dikritik dan dikecam habis-habisan oleh para pengacara, terutama seputar sulitnya para calon pengacara bertemu dan meminta persetujuan Neneng Sri Wahyuni untuk menanda-tangani surat kuasa, Sufi tua justru bertariak-teriak marah mengecam para calon pengacara Neneng itu sebagai avonturir yang berdagang "omongan" untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan memanfaatkan sistem neoliberal. Sambil memaki-maki, Sufi tua mengumpati sistem kasta kapitalistik yang dengan sistematis dibentuk oleh rezim Neolibs dan dikembangkan oleh praktisi-2 hukum, pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, politik, filsafat, bahkan ideologi.

      Dullah yang belum faham jalan pikiran Sufi tua, dengan heran bertanya,"Lho apa di negara demokrasi sekarang ini masih ada kasta toh pakde?"

      "Secara yuridis formal memang tidak ada, tetapi secara riil faktual ada dan nyata mencolok mata," sahut Sufi tua.

      "Ah masak iya?" tukas Dullah mengerutkan kening,"Saya kok tidak pernah tahu? Apa ada golongan brahmana, ksatria, wesya, sudra, candala, mleccha, dan tuccha seperti masa Majapahit, pakde?"

       "Kastanya malah lebih parah dan lebih bejat," sahut Sufi tua sinis,"Soalnya, kasta terendah pada jaman Majapahit justru sekarang ini dibalik menjadi kasta tertinggi."

       "Lha kok bisa? Apa contohnya, pakde?" tanya Dullah ingin tahu.

       "Zaman Majapahit, golongan yang berada pada struktur teratas adalah Brahmana, yaitu golongan dari orang-2 yg tidak memiliki ikatan kuat dengan kehidupan duniawi. Mereka itu golongan agamawan yg melepaskan diri dari keduniawian seperti pertapa, pendeta, guru suci, yogi yang tinggal di asrama, padhepokan, pertapaan, dan hutan. Di bawah Brahmana ada golongan Ksatria, yaitu golongan orang yang hidup mengabdikan diri pada negara. Tidak punya kekayaan pribadi. Semua milik diberikan kepada negara. Di bawah Ksatria, ada Weisya yakni para petani yang sudah punya rumah, pekarangan, sawah, ternak milik pribadi. Di bawah Weisya adalah golongan Sudra, yaitu saudagar, rentenir, tuan tanah, pedagang, konglomerat. Dan yang terbawah adalah Tuccha, yakni pecinta duniawi yg hidup selalu merugikan orang lain, yaitu orang-2 yang tidak segan merampas, menipu, merampok, menjarah harta orang lain. Mereka itulah penipu, pengutil, pencopet, maling, perampok, begal, pelaku pungli, koruptor yang menurut KUHP Majapahit Kutaramanawa Dharmasashtra harus dikenakan pasal-pasal hukum Potong Tangan, Potong Kaki, Penggal, sampai perampasan semua harta kekayaan termasuk merampas anak-anak dan isteri untuk dijadikan budak," kata Sufi tua menjelaskan.

        "Ya itu saya tahu, pakde," sahut Dullah,"Tapi kasta yang sekarang itu apa?"

        "Kamu lihat, kenapa calon pengacara Neneng itu mengecam KPK?"

        "Ya itu wajar pakde, karena adalah hak Neneng untuk didampingi perngacara saat diperiksa KPK?" tukas Dullah.

        "Kenapa para pengacara tidak pernah meributkan saat Si Poltak, Asep, Sukijo, Mat Koneng, Sukadal ditangkap polisi karena kedapatan mencuri sepeda, sandal, motor, sepatu? Kenapa tidak ada pengacara yang teriak-teriak ketika maling-maling kecil itu dipermak polisi dan bahkan sebagian sampai tewas di tahanan? Kenapa mereka selalu ribut jika yang ditangkap itu koruptor? Kenapa itu?" tanya Sufi tua bertubi-tubi.

         "Ya..karena Si Poltak, Asep, Sukijo, Mat Koneng, dan Sukadal orang miskin tidak punya duit. Untuk apa pengacara membela wong melarat seperti mereka? Rugi kan? Lebih baik membela Perampok BLBI," kata Dullah.

        "Nah itu yang aku katakan Kasta Kapitalis yang lebih bejat, karena ukuran untuk menempatkan orang pada kedudukan tertinggi ditentukan berdasar parameter kepemilikan duit. Para pemilik duit terbanyak, menduduki kasta tertinggi KAPITALIS, yang akan menikmati segala fasilitas sesuai kastanya. Mau nonton sepak bola, mereka sudah menempati kelas VVIP lalu di bawahnya VIP lalu kelas Tribun disusul kelas A-B-C dan paling rendah kelas EKONOMI. Untuk hotel pun, sudah ada kelas Bintang 5, Bintang 4, Bintang 3...Cottage, kelas Melati hingga penginapan kelas sopir dan kernet. Untuk belanja sudah disediakan tempat bagi pemilik kapital MALL, PLAZA, TOWN SQUARE, HYPERMART, Super Market, Boutique, Distro... yang mustahil dimasuki kasta grass root yang disebut Disposable People," kata Sufi tua.

        "Hah," sahut Dullah,"Istilah apa itu kasta Grass-root dan Disposable people?"

        "Ya kasta terbawah dari sistem kapitalistik yang diterapkan rezim neolib," sahut Sufi tua.

        "Itu kastanya Si Poltak, Asep, Sukijo, Mat Koneng, Sukadal?"

        Sufi tua mengangguk sambil menggumam,"Itu sistem kasta yang jauh lebih jahat dari sistem lama yang dihujat kaum neolibs sebagai kasta feodal."

        "Kenapa sampeyan bisa menyimpulkan seperti itu?"

        "KLarena tinggi dan rendahnya status dan kedudukan manusia ditentukan oleh kepemilikan materi. Itu sistem nilai bejat yang menghinakan harkat dan martabat manusia. Itu sistem Dajjal la'natullah!"

        "Tapi justru itu yang sekarang ini jadi keniscayaan hidup," sahut Dullah geleng-geleng kepala.

         "Inilah era kekuasaan kaum beragama tak beriman."
You have read this article with the title Kasta Kapitalis di Negara Neoliberal. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/kasta-kapitalis-di-negara-neoliberal.html. Thanks!

No comment for "Kasta Kapitalis di Negara Neoliberal"

Post a Comment