Usai buka puasa Dullah lewat teras tempat sejumlah santri mengerumuni Sufi Sudrun sambil tertawa terpingkal-pingkal sampai terkentut-kentut. Tertarik pada hal yang tampaknya lucu, Dullah bertanya,"Kalian ini sedang bicara apa kok sampai ketawa ngakak sampai kentut segala?'
"Itu berita lucu di televisi," sahut Annas terkekeh-kekeh,"Ada kumpulan hakim unjuk rasa minta kenaikan gaji."
"Apanya yang lucu?" sergah Dullah heran.
"Ada al-Hakim kok butuh duit. Ada al-Hakim kok menuntut kenaikan gaji. Ada al-Hakim kok mengaku gajinya tidak cukup. Itu yang lucu menurut kami, kang," kata Annas terus ketawa.
Dullah diam. Sebentar kemudian sambil manggut-manggut ia berkata,"Kalau dipikir-pikir, kayaknya para Founding Father dulu keliru memberi nama HAKIM untuk pejabat negara yang memimpin persidangan dan memutus perkara. Padahal, yang lazim digunakan untuk jabatan itu di negara-negara Islam adalah QAADLII -> Kadi -> Kali. Bagaimana untuk jabatan itu bisa dipilih istilah HAKIM, yang adalah Nama Indah Tuhan - Asma'ul Husna? Jangan-jangan Faounding father dulu kurang faham bahasa Arab sehingga salah memilih istilah."
"Benar juga, kang," sahut Arif menyela,"Akibat salah memilih kata, sekarang ini istilah HAKIM dijadikan ejekan yang dimaknai Hubungi Aku Kalau Ingin Menang. Itu menista Tuhan."
"Kalau sudah begini siapa yang salah?" gumam Annas tidak berani ketawa lagi.
"Stop! Stop!" tukas Sufi Sudrun menyergah,"Jangan keburu menyalahkan Founding Father. Beliau-beliau itu bukan orang goblok yang menetap istilah secara sembarangan karena tidak faham bahasa. Sungguh, sekali-kali itu bukan sebuah kesalahan dalam memilih istilah."
"Kalau tidak salah, penjelasannya bagaimana kang?" tanya Dullah ingin tahu.
"Asal kalian tahu," kata Sufi Sudrun menjelaskan,"Pada masa Majapahit dulu, KUHP yang disebut Kutara Manawa digolongkan sebagai dharmasashtra - yaitu kitab yang suci. Itu sebabnya, KUHP Kutara Manawa disebut juga dengan istilah Sanghyang Agama. Karena itu, pejabat Negara yang bertugas memimpin persidangan dan memutus perkara disebut Adhyaksa yang memiliki kaitan dengan Saiwadhyaksa, yaitu Siwa Sang Pelindung (hukum). Jadi hanya manusia yang berjiwa suci yang berhak menyandang jabatan Adhyaksa atau Dharmadhyaksa karena memikul tugas utama menegakkan keadilan berdasar kitab suci (dharmasashtra)."
"Bagaimana dari istilah Adhyaksa atau Dharmadhyaksa berubah menjadi Hakim?" sahut Dullah heran.
"Karena era Majapahit sudah berlalu dan penduduk Nusantara beralih agama menjadi muslim. Jadi istilah-istilah lama yang terpengaruh bahasa Sansekerta diganti menjadi istilah-istilah yang terpengaruh bahasa Arab. Tapi ingat, meski istilah diganti esensi dari istilah itu tidak berubah di mana makna Adhyaksa adalah sama dengan makna Hakim," ujar Sufi Sudrun.
"Tapi kang, zaman kesultanan Demak, jabatan itu disebut Kali atau Kadli," sahut Dullah.
"Ya itu zaman Demak," sahut Sufi Sudrun,"Tapi para Founding Father kayaknya ingin mengembalikan jabatan ideal itu kepada masa Majapahit, di mana jabatan yang dipegang manusia itu dikaitkan dengan Nama Tuhan : Al-Hakiim, Al-'Adl, Al-Hakam, Al-Muntaqiim. Aku menduga, para Founding Father dulu memberi istilah HAKIM dengan maksud agar jabatan yang menentukan nasib manusia itu dipegang oleh pejabat-pejabat yang suci jiwanya, karena mereka mengetahui sedang mengemban tugas dengan atas nama Tuhan untuk menjalankan hukum suci."
"Woo begitu ya kang," sahut Dullah manggut-manggut,"Berarti yang goblok orang jaman sekarang yang tidak faham gagasan ideal para Founding Father sehingga jabatan HAKIM dipermainkan menjadi komoditas untuk memberi nilai tambah ekonomi. Saking ruwetnya logika hukum sekarang ini, sebutan HAKIM yang nyata-nyata merupakan Nama Tuhan bisa berada di dalam pusaran setan MAFIA HUKUM."
"Kalau sudah begini rusak keadaannya, apa jalan keluarnya kang?" tanya Dullah.
"Istilah HAKIM harus diganti yang lebih membumi dan manusiawi, tidak dikait-kaitkan dengan nama Tuhan."
"Setuju kang,"sahut Annas,"Saya usul diganti ALGOJO saja."
Arif tak mau kalah, ia berteriak keras,"Aku usul diganti Tukang Pidana saja."
"Kalau aku lebih suka istilah SINGAMIDANA, maksudnya yang memberi hukuman pidana," sahut Dullah.
"Terserah apalah istilah yang tepat, asal tidak berhubungan dengan Nama Tuhan, supaya tidak kualat dan terus-menerus dicurahi bencana oleh Al-Hakiim yang sejati." sahut Sufi Sudrun.
"Itu berita lucu di televisi," sahut Annas terkekeh-kekeh,"Ada kumpulan hakim unjuk rasa minta kenaikan gaji."
"Apanya yang lucu?" sergah Dullah heran.
"Ada al-Hakim kok butuh duit. Ada al-Hakim kok menuntut kenaikan gaji. Ada al-Hakim kok mengaku gajinya tidak cukup. Itu yang lucu menurut kami, kang," kata Annas terus ketawa.
Dullah diam. Sebentar kemudian sambil manggut-manggut ia berkata,"Kalau dipikir-pikir, kayaknya para Founding Father dulu keliru memberi nama HAKIM untuk pejabat negara yang memimpin persidangan dan memutus perkara. Padahal, yang lazim digunakan untuk jabatan itu di negara-negara Islam adalah QAADLII -> Kadi -> Kali. Bagaimana untuk jabatan itu bisa dipilih istilah HAKIM, yang adalah Nama Indah Tuhan - Asma'ul Husna? Jangan-jangan Faounding father dulu kurang faham bahasa Arab sehingga salah memilih istilah."
"Benar juga, kang," sahut Arif menyela,"Akibat salah memilih kata, sekarang ini istilah HAKIM dijadikan ejekan yang dimaknai Hubungi Aku Kalau Ingin Menang. Itu menista Tuhan."
"Kalau sudah begini siapa yang salah?" gumam Annas tidak berani ketawa lagi.
"Stop! Stop!" tukas Sufi Sudrun menyergah,"Jangan keburu menyalahkan Founding Father. Beliau-beliau itu bukan orang goblok yang menetap istilah secara sembarangan karena tidak faham bahasa. Sungguh, sekali-kali itu bukan sebuah kesalahan dalam memilih istilah."
"Kalau tidak salah, penjelasannya bagaimana kang?" tanya Dullah ingin tahu.
"Asal kalian tahu," kata Sufi Sudrun menjelaskan,"Pada masa Majapahit dulu, KUHP yang disebut Kutara Manawa digolongkan sebagai dharmasashtra - yaitu kitab yang suci. Itu sebabnya, KUHP Kutara Manawa disebut juga dengan istilah Sanghyang Agama. Karena itu, pejabat Negara yang bertugas memimpin persidangan dan memutus perkara disebut Adhyaksa yang memiliki kaitan dengan Saiwadhyaksa, yaitu Siwa Sang Pelindung (hukum). Jadi hanya manusia yang berjiwa suci yang berhak menyandang jabatan Adhyaksa atau Dharmadhyaksa karena memikul tugas utama menegakkan keadilan berdasar kitab suci (dharmasashtra)."
"Bagaimana dari istilah Adhyaksa atau Dharmadhyaksa berubah menjadi Hakim?" sahut Dullah heran.
"Karena era Majapahit sudah berlalu dan penduduk Nusantara beralih agama menjadi muslim. Jadi istilah-istilah lama yang terpengaruh bahasa Sansekerta diganti menjadi istilah-istilah yang terpengaruh bahasa Arab. Tapi ingat, meski istilah diganti esensi dari istilah itu tidak berubah di mana makna Adhyaksa adalah sama dengan makna Hakim," ujar Sufi Sudrun.
"Tapi kang, zaman kesultanan Demak, jabatan itu disebut Kali atau Kadli," sahut Dullah.
"Ya itu zaman Demak," sahut Sufi Sudrun,"Tapi para Founding Father kayaknya ingin mengembalikan jabatan ideal itu kepada masa Majapahit, di mana jabatan yang dipegang manusia itu dikaitkan dengan Nama Tuhan : Al-Hakiim, Al-'Adl, Al-Hakam, Al-Muntaqiim. Aku menduga, para Founding Father dulu memberi istilah HAKIM dengan maksud agar jabatan yang menentukan nasib manusia itu dipegang oleh pejabat-pejabat yang suci jiwanya, karena mereka mengetahui sedang mengemban tugas dengan atas nama Tuhan untuk menjalankan hukum suci."
"Woo begitu ya kang," sahut Dullah manggut-manggut,"Berarti yang goblok orang jaman sekarang yang tidak faham gagasan ideal para Founding Father sehingga jabatan HAKIM dipermainkan menjadi komoditas untuk memberi nilai tambah ekonomi. Saking ruwetnya logika hukum sekarang ini, sebutan HAKIM yang nyata-nyata merupakan Nama Tuhan bisa berada di dalam pusaran setan MAFIA HUKUM."
"Kalau sudah begini rusak keadaannya, apa jalan keluarnya kang?" tanya Dullah.
"Istilah HAKIM harus diganti yang lebih membumi dan manusiawi, tidak dikait-kaitkan dengan nama Tuhan."
"Setuju kang,"sahut Annas,"Saya usul diganti ALGOJO saja."
Arif tak mau kalah, ia berteriak keras,"Aku usul diganti Tukang Pidana saja."
"Kalau aku lebih suka istilah SINGAMIDANA, maksudnya yang memberi hukuman pidana," sahut Dullah.
"Terserah apalah istilah yang tepat, asal tidak berhubungan dengan Nama Tuhan, supaya tidak kualat dan terus-menerus dicurahi bencana oleh Al-Hakiim yang sejati." sahut Sufi Sudrun.
You have read this article with the title Jabatan Hakim Perlu Diganti?. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/jabatan-hakim-perlu-diganti.html. Thanks!
No comment for "Jabatan Hakim Perlu Diganti?"
Post a Comment