Ketika stasiun TV nasional menayangkan siaran jaksa Sistoyo yang dibacok orang bernama Deddy Sugarda usai persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Sufi tua melonjak kegirangan. Sambil berjoget ia berkata lantang dengan ketawa, "He he he, yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul juga. Oye oye, Sarip, Sogol, Sakerah, Si Pitung..."
Dullah yang tidak faham maksud perkataan Sufi tua bertanya ingin tahu,"Apa maksudnya ditunggu-tunggu akhirnya muncul? Siapa pula Sarip, Sogol, Sakerah, Si Pitung?"
"Ee pernah nonton ludruk tidak?" tanya Sufi tua terus berjoget.
"Pernah lihat di TV. Memang kenapa?" tanya Dullah heran.
"Sarip, Sogol, Sakerah, Si Pitung, malah ada Sumolewo, Joko Sambang, Sawunggaling, itu lakon-2 ludruk."
"O gitu tah?" sahut Dullah manggut-2,"Apa mereka itu tokoh pahlawan?"
"O tidak, pada masa hidup sebagian di antara mereka itu adalah bromocorah alias orang yang kena kasus pidana."
"Lho kok bisa orang kena kasus pidana jadi pahlawan?" sergah Dullah tidak faham.
"Karena mereka itu korban ketidak-adilan hukum yang berani melawan. Oleh karena itu, meski pemerintah saat itu menetapkan mereka sebagai narapidana, rakyat justru menganggap mereka pahlawan."
"O gitu ya?" Dullah manggut-2,"Tapi itu kan jaman kolonial?"
"Ya sekarang pun keadaannya tidak banyak beda dengan era kolonial."
"Kok bisa, apa contohnya?"
"Ya cerita Sarip, warga Desa Tambakoso yg diperlakukan tidak adil dalam memperoleh tambak warisan orang tuanya. Pajak tambak yg bayar emaknya Sarip, tapi yang menggarap dan menikmati hasil tambak pamannya. Jadilah emak Sarip yg janda melarat..rat. Waktu Sarip dewasa, dia melawan. Dia menuntut hak waris dari bapaknya. Sarip berhadapan dengan centeng bernama Paidi. Dalam perkelahian Paidi tewas. Sarip jadi buron. Saat ditangkap polisi dia melawan hingga timbul korban. Akhirnya, Sarip memang tewas ditembak polisi. Tapi dia jadi pahlawan bagi rakyat," kata Sufi tua.
"O begitu ya..."
"Tokoh Sakerah yg asal Bangil juga kisah seorang buronan pemerintah karena melawan kesewenang-wenangan aparat. Dia membunuh mandor yg keras terhadap kuli-kuli pelabuhan. Dia membunuh kepala desa, carik, polisi yg mempermainkan hukum. Meski akhirnya tertangkap dan dihukum gantung, tapi Sakerah jadi pahlawan legendaris," tutur Sufi tua menjelaskan.
"Lha soal Deddy Sugarda?"
"Setahuku, dia itu aktivis LSM yg sudah frustasi melihat hakim, jaksa, pengacara, polisi, koruptor mempermainkan hukum. Karena itu, dia mengambil keputusan untuk memberi pelajaran dengan melukai jaksa yg jadi tersangka korupsi. Dia tidak serius. hanya memberi pelajaran"
"Bagaimana sampeyan tahu, dia tidak serius, wong faktanya Sistoyo keningnya robek berdarah," kata Dullah.
"Kalau serius, dia tidak menggunakan pisau kecil tapi membawa celurit dan yang ditebas bukan kening tapi leher."
"Iya ya," sahut Dullah ketawa,"Tapi dia sudah dianggap melakukan tindak pidana oleh MA. Dia akan jadi napi."
"Ya mesti, dia akan jadi narapidana. Tapi dia akan menjadi pahlawan bagi rakyat korban ketidak-adilan hukum. Dia bahkan akan jadi simbol keteladanan yang akan ditiru banyak orang," sahut Sufi tua.
"Kok bisa?" tanya Dullah.
"Kemunculan Deddy Sugarda, adalah kemunculan fenomena patriotisme radikal."
"Kok bisa sampeyan menyimpulkan begitu?"
"Ya karena Deddy melakukan itu bukan karena motif pribadi, tapi dia sakit hati dan tidak rela negaranya dirampok para koruptor..."
"Oo begitu ya..."
"Jangan dikira, radikalisme hanya muncul dari faundamentalis agama. Ekstrimitas juga bisa muncul dari semangat nasionalisme. Kasus ini adalah salah satu penandanya," sahut Sufi tua.
"Wah kalau begitu perlu diberi dukungan itu Kang Deddy Sugarda..."
"He he he...., menurutmu bisakah narapidana jadi pahlawan rakyat"
Dullah yang tidak faham maksud perkataan Sufi tua bertanya ingin tahu,"Apa maksudnya ditunggu-tunggu akhirnya muncul? Siapa pula Sarip, Sogol, Sakerah, Si Pitung?"
"Ee pernah nonton ludruk tidak?" tanya Sufi tua terus berjoget.
"Pernah lihat di TV. Memang kenapa?" tanya Dullah heran.
"Sarip, Sogol, Sakerah, Si Pitung, malah ada Sumolewo, Joko Sambang, Sawunggaling, itu lakon-2 ludruk."
"O gitu tah?" sahut Dullah manggut-2,"Apa mereka itu tokoh pahlawan?"
"O tidak, pada masa hidup sebagian di antara mereka itu adalah bromocorah alias orang yang kena kasus pidana."
"Lho kok bisa orang kena kasus pidana jadi pahlawan?" sergah Dullah tidak faham.
"Karena mereka itu korban ketidak-adilan hukum yang berani melawan. Oleh karena itu, meski pemerintah saat itu menetapkan mereka sebagai narapidana, rakyat justru menganggap mereka pahlawan."
"O gitu ya?" Dullah manggut-2,"Tapi itu kan jaman kolonial?"
"Ya sekarang pun keadaannya tidak banyak beda dengan era kolonial."
"Kok bisa, apa contohnya?"
"Ya cerita Sarip, warga Desa Tambakoso yg diperlakukan tidak adil dalam memperoleh tambak warisan orang tuanya. Pajak tambak yg bayar emaknya Sarip, tapi yang menggarap dan menikmati hasil tambak pamannya. Jadilah emak Sarip yg janda melarat..rat. Waktu Sarip dewasa, dia melawan. Dia menuntut hak waris dari bapaknya. Sarip berhadapan dengan centeng bernama Paidi. Dalam perkelahian Paidi tewas. Sarip jadi buron. Saat ditangkap polisi dia melawan hingga timbul korban. Akhirnya, Sarip memang tewas ditembak polisi. Tapi dia jadi pahlawan bagi rakyat," kata Sufi tua.
"O begitu ya..."
"Tokoh Sakerah yg asal Bangil juga kisah seorang buronan pemerintah karena melawan kesewenang-wenangan aparat. Dia membunuh mandor yg keras terhadap kuli-kuli pelabuhan. Dia membunuh kepala desa, carik, polisi yg mempermainkan hukum. Meski akhirnya tertangkap dan dihukum gantung, tapi Sakerah jadi pahlawan legendaris," tutur Sufi tua menjelaskan.
"Lha soal Deddy Sugarda?"
"Setahuku, dia itu aktivis LSM yg sudah frustasi melihat hakim, jaksa, pengacara, polisi, koruptor mempermainkan hukum. Karena itu, dia mengambil keputusan untuk memberi pelajaran dengan melukai jaksa yg jadi tersangka korupsi. Dia tidak serius. hanya memberi pelajaran"
"Bagaimana sampeyan tahu, dia tidak serius, wong faktanya Sistoyo keningnya robek berdarah," kata Dullah.
"Kalau serius, dia tidak menggunakan pisau kecil tapi membawa celurit dan yang ditebas bukan kening tapi leher."
"Iya ya," sahut Dullah ketawa,"Tapi dia sudah dianggap melakukan tindak pidana oleh MA. Dia akan jadi napi."
"Ya mesti, dia akan jadi narapidana. Tapi dia akan menjadi pahlawan bagi rakyat korban ketidak-adilan hukum. Dia bahkan akan jadi simbol keteladanan yang akan ditiru banyak orang," sahut Sufi tua.
"Kok bisa?" tanya Dullah.
"Kemunculan Deddy Sugarda, adalah kemunculan fenomena patriotisme radikal."
"Kok bisa sampeyan menyimpulkan begitu?"
"Ya karena Deddy melakukan itu bukan karena motif pribadi, tapi dia sakit hati dan tidak rela negaranya dirampok para koruptor..."
"Oo begitu ya..."
"Jangan dikira, radikalisme hanya muncul dari faundamentalis agama. Ekstrimitas juga bisa muncul dari semangat nasionalisme. Kasus ini adalah salah satu penandanya," sahut Sufi tua.
"Wah kalau begitu perlu diberi dukungan itu Kang Deddy Sugarda..."
"He he he...., menurutmu bisakah narapidana jadi pahlawan rakyat"
You have read this article with the title Bisakah Napi Jadi Pahlawan Rakyat?. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/bisakah-napi-jadi-pahlawan-rakyat.html. Thanks!
No comment for "Bisakah Napi Jadi Pahlawan Rakyat?"
Post a Comment