Usai shalat Asyar berjama'ah, Dullah yang menonton TV One menggerutu saat mengikuti perdebatan Ramadhan Pohan dan Akbar Faisal yang saling serang dengan didasari semangat "kudu menang" dan "wajib benar". Entah siapa yang benar, yang pasti Dullah sudah muak dengan penampilan politikus-politikus pemerintah yang selalu tampil arogan, ngotot, mau menang sendiri, tidak memberi kesempatan lawan untuk bicara, dan yang bikin jengkel: selalu mencari alasan pembenar untuk memposisikan diri sebagai partainya nabi-nabi yang suci dan maksum. Bahkan yang makin bikin simpati hilang, cara menjawab persoalan yang tidak bisa dijawab dilakukan dengan mengalihkan isu yang dibicarakan ke isu lain.
Sekali pun sudah tahu bahwa kemerosotan simpati publik terjadi akibat konflik internal partai, dicari jalan tidak populer untuk mengalihkan isu guna mengkatrol pencitraan dengan menciptakan isu murahan, yaitu menuduh Jenderal (Purn) Wiranto menyetujui gerakan anarkis untuk menggulingkan pemerintah. Tuduhan yang tanpa didasari bukti itu ditanggapi berbagai kalangan sebagai penerapan politik paranoid. Meski tidak cukup faham politik, Dullah percaya bahwa isu itu adalah tengara bagi terjadinya politik paranoid.
Mendengar gerutu Dullah, Sufi tua berkomentar,"Kalau menurut aku, itu bukan paranoid, tapi semacam move politik dengan fait accompli dengan tujuan orang-orang yang dinilai potensial merugikan akan takut dan mengurungkan niatnya."
"Lho, kalau itu fait accompli, kan sama dengan zaman Orde Baru-nya Mbah Harto?" sergah Dullah kaget.
"Lha memangnya yang berkuasa itu didikan Orde Baru atau Reformasi?"
"Ya sisa-sisa dari kader Orde Baru," sahut Dullah manggut-manggut,"Tapi bagaimana sampeyan bisa menganggap penguasa sekarang ini mempraktekkan move politik fait accompli?"
"Ya dulu kalau ada orang beda pendapat kan langsung dituduh PKI, ekstrim kanan, ekstrim kiri, separatis?" kata Sufi tua dengan nada tanya,"Padahal, tuduhan itu dialamatkan kepada orang-orang yang tidak nurut kepada rezim. Jadi move semacam itu hanya akal-akalan rezim saja."
"Tapi pakde," sahut Sukirin menyela,"Menurut sampeyan apa mungkin Pak Wiranto akan melakukan tindakan seperti yang dituduhkan Ramadhan Pohan?"
"Kita bicara fakta saja, bahwa berbagai tindak kekerasan yang melibatkan rakyat yang belakangan ini marak, tidak mengindikasikan terkait dengan keterlibatan parpol tertentu. Rakyat yang bebas menyaksikan tayangan TV, sering tidak sabar dengan ketidak-mampuan pemerintah mengurus negara. Konflik rakyat versus pengusaha yang marak di mana-mana, adalah akibat buruknya birokrasi mengatur negara di satu pihak dan sadarnya masyarakat untuk menuntut haknya setelah mengikuti berita di televisi pada pihak lain," kata Sufi tua.
"Apa mereka pikir rakyat itu goblok ya?" gumam Sukirin.
"Ya tidak mungkin rakyat goblok, tetapi rakyat harus selalu waspada," kata Sufi tua.
"Waspada untuk apa pakde?" tanya Dullah ingin tahu.
"Waspada kalau-kalau siasat Orde Baru dalam menaklukkan lawan-lawan politik dan gerakan rakyat diterapkan oleh rezim yang sekarang berkuasa," kata Sufi tua ngeloyor pergi.
"Waspadai Bahaya Laten Orde baru!" sahut Dullah.
"Awas Neo-Orba..awas!" sahut Sukirin
Sekali pun sudah tahu bahwa kemerosotan simpati publik terjadi akibat konflik internal partai, dicari jalan tidak populer untuk mengalihkan isu guna mengkatrol pencitraan dengan menciptakan isu murahan, yaitu menuduh Jenderal (Purn) Wiranto menyetujui gerakan anarkis untuk menggulingkan pemerintah. Tuduhan yang tanpa didasari bukti itu ditanggapi berbagai kalangan sebagai penerapan politik paranoid. Meski tidak cukup faham politik, Dullah percaya bahwa isu itu adalah tengara bagi terjadinya politik paranoid.
Mendengar gerutu Dullah, Sufi tua berkomentar,"Kalau menurut aku, itu bukan paranoid, tapi semacam move politik dengan fait accompli dengan tujuan orang-orang yang dinilai potensial merugikan akan takut dan mengurungkan niatnya."
"Lho, kalau itu fait accompli, kan sama dengan zaman Orde Baru-nya Mbah Harto?" sergah Dullah kaget.
"Lha memangnya yang berkuasa itu didikan Orde Baru atau Reformasi?"
"Ya sisa-sisa dari kader Orde Baru," sahut Dullah manggut-manggut,"Tapi bagaimana sampeyan bisa menganggap penguasa sekarang ini mempraktekkan move politik fait accompli?"
"Ya dulu kalau ada orang beda pendapat kan langsung dituduh PKI, ekstrim kanan, ekstrim kiri, separatis?" kata Sufi tua dengan nada tanya,"Padahal, tuduhan itu dialamatkan kepada orang-orang yang tidak nurut kepada rezim. Jadi move semacam itu hanya akal-akalan rezim saja."
"Tapi pakde," sahut Sukirin menyela,"Menurut sampeyan apa mungkin Pak Wiranto akan melakukan tindakan seperti yang dituduhkan Ramadhan Pohan?"
"Kita bicara fakta saja, bahwa berbagai tindak kekerasan yang melibatkan rakyat yang belakangan ini marak, tidak mengindikasikan terkait dengan keterlibatan parpol tertentu. Rakyat yang bebas menyaksikan tayangan TV, sering tidak sabar dengan ketidak-mampuan pemerintah mengurus negara. Konflik rakyat versus pengusaha yang marak di mana-mana, adalah akibat buruknya birokrasi mengatur negara di satu pihak dan sadarnya masyarakat untuk menuntut haknya setelah mengikuti berita di televisi pada pihak lain," kata Sufi tua.
"Apa mereka pikir rakyat itu goblok ya?" gumam Sukirin.
"Ya tidak mungkin rakyat goblok, tetapi rakyat harus selalu waspada," kata Sufi tua.
"Waspada untuk apa pakde?" tanya Dullah ingin tahu.
"Waspada kalau-kalau siasat Orde Baru dalam menaklukkan lawan-lawan politik dan gerakan rakyat diterapkan oleh rezim yang sekarang berkuasa," kata Sufi tua ngeloyor pergi.
"Waspadai Bahaya Laten Orde baru!" sahut Dullah.
"Awas Neo-Orba..awas!" sahut Sukirin
You have read this article with the title Waspadai Bahaya Laten Orde Baru!. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/waspadai-bahaya-laten-orde-baru_17.html. Thanks!
No comment for "Waspadai Bahaya Laten Orde Baru!"
Post a Comment