Bersatulah 'Masyarakat Sampah' dalam Solidaritas Anak bangsa!

Malam hari, ratusan warga kampung yang usai tahlilan untuk Riyadhus Sholihin, kader Ansor Sidoarjo yang ditembak polisi berkumpul di pesantren menunggu petunjuk dan arahan dari Guru Sufi untuk menyikapi kasus tragis yang melahirkan anak yatim baru itu. Selama menunggu itu, Imam Anshory, anggota Banser membaca berita singkat di mading yang diunduh dari surabaya.detik.com yang isinya:  

         Sekitar 3000 warga dan anggota GP Ansor se Sidoarjo menggelar tahlilan mengenang meninggalnya Riyadhus Sholihin. Doa bersama yang digelar di Masjid Jami' Rochmat Desa Sepandi Kecamatan Candi  Sidoarjo itu berlangsung hingga Pukul 21.00 Wib. Terlihat di antara massa adalah  Ketua PWNU Jatim KH Mutawaqil Alallah, Ketua PCNU Sidoarjo KH Miftachul Ashar.

                    Ketua PP GP Ansor Nusron Wahid dalam sambutannya menyatakan, bahwa seluruh kader Ansor di Indonesia merasakan kehilangan dengan meninggalnya salah satu kader di Sidoarjo yang ditembak polisi itu. "Semestinya polisi menembak koruptor atau teroris, jangan menembak kiai atau guru ngaji, itu rakyat. Polisi itu dibiayai rakyat," tandas Nusron, Kamis (3/11/2011).

                 Nusron yang juga anggota DPR RI itu berharap kepada pihak kepolisian untuk menangani kasus penembakan kader Ansor itu secara profesional dan transparan.  "Saya deadline dua minggu mulai hari ini harus tuntas. Pelaku harus diadili di pengadilan," tandasnya sembari menyatakan keraguannya terhadap tim pencari fakta bentukan polisi. Untuk itu, kata Nusron, Ansor akan membentuk tim pencari fakta untuk mengimbangi  hasil penyelidikan polisi. "Hasilnya nanti akan diserahkan ke pihak yang berwajib. Tim kita akan bekerja cepat dan profesional," terangnya.

                Riyadhus Sholihin tewas ditembak anggota Reskrim Polres Sidoarjo, usai menyerempet seorang polisi Briptu Widiarto di depan GOR Delta Sidoarjo, pada Jumat (28/10/2011) sekitar pukul 02.30 WIB. Sholihin yang sempat melarikan diri karena ketakutan, dikejar oleh 5 orang anggora reskrim lainnya hingga di Desa Sepande. Sebelum kader Ansor itu ditembak, mobil yang dikendarainya sempat menabrak pagar rumah milik seorang warga.

               Dan yang tragis, di dalam mobil yang digunakan untuk antar jemput karyawan PT Ecco itu, guru ngaji yang juga penjual tempe itu ditembak mati oleh Briptu Eko Kristanto. Korban sebelumnya dilaporkan pelaku karena akan melawan dengan clurit sehingga layak ditembak mati. Namun akhirnya pihak kepolisian mengklarifikasi. Polda Jatim telah merehabilitasi nama baik Riyadhus Solikhin. Tim pencari fakta menemukan bukti jika korban Riyadhus Sholihin tidak melakukan perlawanan dengan clurit saat ditembak. "Kami sudah memperbaiki nama baik korban yang sebelumnya jelek akibat adanya pernyataan jika korban sempat melakukan perlawanan dengan celurit. Tapi hal itu ternyata tidak benar, sehingga nama korban direhabilitasi," kata Ketua Tim Percepatan Penyelesaian Kasus, Kombes Pol Coki Manurung saat dihubungi detiksurabaya.com, Rabu (2/11/2011).

    Ketika Guru Sufi melihat kerumunan warga memenuhi mushola hingga teras mushola terus  ke ruang perpustakaan, sambil mengerutkan kening bertanya kepada Dullah,”Ada apa ini kok habis tahlilan tidak pada pulang?”

            “Mereka minta petunjuk dan arahan dari Mbah Kyai soal kasus guru mengaji ditembak polisi,” sahut Dullah melaporkan.

            “Petunjuk apa lagi? Kan kasusnya sudah ditangani secara hokum,” sahut Guru Sufi tenang,”Kita tunggu saja hasilnya bagaimana. Dan seperti sudah aku himbau, kepada yang simpati hendaknya menyumbangkan hartanya untuk anak-anak Riyadhus Sholihin yang sudah menjadi yatim. Itu lebih riil dan lebih bermanfaat daripada sekedar mau ribut-ribut demonstrasi.”

      “Tapi Mbah Kyai,” sahut Imam Anshory menyela,”Tadi Kang Sukiran bilang kalau kita selaku rakyat harus selalu siap menggalang persatuan dan kesatuan dalam menghadapi peristiwa apa pun. Rakyat harus bersatu padu melawan kezhaliman. Nah, kata Kang Sukiran, itu adalah petunjuk dari Mbah Kyai.”

    Guru Sufi ketawa. Lalu dengan suara dikeraskan ia berkata,”Kalian jangan menelan mentah-mentah apa yang dikatakan orang apalagi kalau itu ditafsirkan sebagai perlawanan fisik.”

    “Kami mohon petunjuk, Mbah Kyai,” sahut Imam Anshory.

    “Kalian harus sekarang ini harus sadar, bahwa kalian hidup di era global yang tidak kenal konsep batasan etnis, bahasa, budaya, agama, dan bahkan territorial Negara. Masyarakat di era global disebut a global open society – masyarakat terbuka, yang satu sama lain saling bersaing merebut kekuasaan politik dan ekonomi dengan bebas atas dasar free fight liberalism. Nah, masyarakat yang menang disebut capitalist – pemilik capital – yang akan berkuasa atas hukum, ekonomi, politik, budaya, hankam, kamtibmas, dan bahkan ideology. Sedang masyarakat yang kalah bersaing disebut disposable people – masyarakat sampah – yang harus dieksploitasi, dimanipulasi,  dimarjinalisasi, dan diperlakukan sebagai the outsider di negerinya sendiri,” kata Guru Sufi menjelaskan.

            “Berarti disposable people itu adalah warganegara yang tidak ada  pembelanya ya Mbah Kyai?” Imam Anshory berkomentar dengan nada tanya.  

    “Yang pasti, siapa pun di antara anak-anak bangsa apa pun jabatannya -- entah mereka itu  polisi, tentara, wakil rakyat, eksekutif, penegak hukum, pendidik, pers, bahkan kaum agamis – hanya akan membela golongan capitalist yang berduit. Secara logis, mustahil di era global yang serba sekuler dan materialistis ini ada orang mau membela disposable people yang melarat tak punya duit dan bernasib malang."

           "Jadi para calon disposable people dan yang sudah menjadi disposable people harus menggalang solidaritas sebagai komunitas yang senasib dan sependeritaan jika ingin selamat dari penindasan dan penghisapan para capitalist beserta para ambtenaar, opas-opas, marsose-marsose, centeng-centeng, jongos-jongos, kacung-kacung, dan babu-babu yang menjadi kaki tangannya, sebagaimana para inlander di negeri ini dulu menggalang persatuan dan kesatuan untuk menghadapi kesewenang-wenangan capitalist-imperialism Belanda,” kata Guru Sufi melanjutkan.

     “Wah benar itu Mbah Kyai,” sahut Imam Anshory berkomentar,”Kasus Freeport itu bukti tak tersanggah, bahwa aparat keamanan tidak bakal memihak rakyat Papua yang masuk kategori disposable people. Sebab yang punya duit dan capital besar adalah PT Freeport, yang  masuk golongan Capitalist.”

    “Jadi dengan sadar diri bahwa di era global ini tidak ada lagi institusi Negara yang melindungi warganegara, maka warganegara harus menggalang solidaritas untuk melindungi diri sendiri dan sesama yang memiliki nasib sama,” sahut Guru Sufi.

    “Hidup rakyat!” seru Imam Anshory disambut teriakan warga lain,"Dengan solidaritas rakyat yang kuat seperti saat Prita melawan RS Omni Internasional, kita perkuat persaudaraan rakyat senasib dan sependeritaan dan kita lawan para penindas zhalim!"

       "Bersatulah wahai 'Masyarakat Sampah' dalam solidaritas Anak Bangsa!" seru Sukiran lantang.

        “Sudahlah, sekarang kalian pulanglah ke rumah masing-masing dan jangan lupa menggalang dana untuk anak-anak Riyadhus Sholihin yang sudah yatim!”

    “Insya Allah!” seru mereka serentak bersalaman mencium tangan Guru Sufi dan beriringan pulang ke rumah masing-masing.

    Sambil menyalami warga kampung jama'ah tahlil, jama'ah yasiinan, jama'ah diba'iyyah, majelis ta'lim, jama'ah dzikir,  dan jama'ah manakib, Guru Sufi berdoa dengan suara lirih,"Ya Allah,lindungilah hamba-hamba-Mu yang kini tanpa perlindungan siapa pun di antara pemimpin-pemimpin mereka! Lindungilah mereka yang hidup di tengah zaman liberal tanpa naungan dan pengayoman ini! Senantiasa berilah mereka kekuatan agar mereka  tidak pernah berputus asa dari rahmat-Mu!"
You have read this article with the title Bersatulah 'Masyarakat Sampah' dalam Solidaritas Anak bangsa!. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/bersatulah-masyarakat-sampah-dalam.html. Thanks!

No comment for "Bersatulah 'Masyarakat Sampah' dalam Solidaritas Anak bangsa!"

Post a Comment