Imunisasi Bisa Mati, Menolak Imunisasi Bisa Dihukum 5 Tahun

Setelah kabar kematian balita akibat imunisasi merebak lewat tayangan TV, warga kampung sekitar pesantren takut datang ke posyandu untuk imunisasi anak-anak karena takut akan mengalami nasib sama, tewas setelah diimunisasi.  Rasa takut warga itu makin memuncak setelah ustadz Salaf al-Sempruli dan membakar warga dengan isu ‘jauhi obat Yahudi kembali kepada thibbun nabawi’, di mana semua obat-obatan medis dianggap bikinan Yahudi dan obat-obatan herbal seperti habbatus saudah, madu, susu kambing, gamat,  bekam, ru’yat sebagai terapi  obat-obatan  sesuai ajaran Nabi.

                  Sadar kasus takut imunisasi berpotensi membodohkan masyarakat Guru Sufi mengadakan musyawarah warga dengan mendatangkan Mbah Terkun Haji Dana Husada dan  Mbah Terkun  Haji Reksa Husada serta dokter Dadiet Pangusadha. Setelah Guru Sufi memberi uraian singkat sebagai pengantar, Mbah Haji Dana Husada memaparkan berbagai jenis penyakit yang paling sering menyerang anak-anak akibat bakteri. “Yang paling banyak membunuh anak balita adalah bakteri yang disebut  Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) yang bisa mengakibatkan meningitis (radang selaput otak) pada bayi ataupun anak-anak. Bakteri pneumococcus ini juga dapat menyebabkan penyakit berat seperti infeksi pneumonia (radang paru), bakteremia dan sepsis (bakteri dalam darah), infeksi telinga,  dan rongga hidung (sinus),” ujar Mbah Haji Dana Husada menjelaskan sambil menunjukkan slide film bakteri pneumococcus,”Menurut WHO – World Health Organization – bakteri pneumococcus merupakan bakteri pembunuh bayi dan balita terbesar di dunia.”

               Menurut Mbah Haji Dana Husada, bakteri pneumococcus  itu sebenarnya hidup dan berdiam  di tenggorokan orang-orang  yang sehat, baik bayi, balita maupun  orang dewasa. Jika daya tahan tubuh  tidak kuat dan stamina menurun, terutama pada bayi dan balita, bakteri pneumococcus  tersebut akan masuk ke dalam tubuh menuju paru  menyebabkan pneumonia, masuk ke  darah  menyebabkan bakteremia, sepsis,  masuk ke otak  menyebabkan meningitis. Bakteri pneumococcus itu mudah sekali menular saat orang batuk, bersin, percikan ludah, ciuman.

               Ning Marpuah yang punya anak balita tak kuasa menahan rasa ingin tahunya. Dengan mengacungkan tangan ke atas  dan  suara dikeraskan ia bertanya,”Maaf  Mbah Haji, untuk menghindari anak-anak dari bakteri jahat itu apakah ada caranya?”

                “Ya tentu saja ada, ning,” sahut Mbah Haji Dana Husada,”Mau tahu jawabnya?”

“Mauuu,” seru hadirin serentak.

               “Pertama-tama,” kata Mbah Haji Dana Husada menjelaskan,”Beri ASI yang cukup dan asupan makanan bergizi seimbang dengan  vitamin C,  A, Zinc, dan lain-lain. Lakukan imunisasi rutin BCG, DTP, Campak, Hib, Influensa. Lakukan vaksinasi khusus pneumococcus (PCV 7, PCV 13). Setelah itu, usahakan kalau batuk atau bersin menutup mulut dan hidung supaya bakterinya tidak menebar ke mana-mana. Jangan sekali-kali mencium bayi dengan mulut. Hindarkan asap rokok dan asap dapur. Hindarkan anak dari orang yang kena flu.”

                  Setelah usai menjelaskan ini-itu tentang pentingnya imunisasi dan vaksinasi bagi balita Mbah Haji Dana Husada digantikan dokter Dadiet Pangusadha yang membincang tentang adanya kebiasaan penduduk di sejumlah Negara berkembang untuk menolak imunisasi dan vaksinasi dengan akibat terjadinya peningkatan kematian anak.”Tanggal 28 Juli 2011 lalu, saya ikut 'The 3rd Asian Vaccine Conference' di Hotel Grand  Melia, Jakarta. Menurut   Prof. Lulu C. Bravo MD., Ph.D, Ketua Asian Strategic for Pneumococcal Disease Prevention (ASAP), setiap tahun terdapat sekitar 2,4 juta balita yang  meninggal dunia karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan vaksinasi seperti diare dan pneumonia.”

               Yu Marsiatun yang takut anak semata-wayangnya tewas kalau diimunisasi atau divaksin, buru-buru mengangkat tangan sambil bertanya,”Mohon Tanya pak dokter!”

            “Nggih monggo, ibu, tanya apa?” sahut dokter Dadiet Pangusadha.

            “Bagaimana dengan kasus bayi diimunisasi lalu mati?” kata Yu Marsiatun dengan nada protes,”Itu bukti bahwa imunisasi tidak membuat bayi sehat malah mati.”

            “Begini bu,” sahut dokter Dadiet Pangusadha menjelaskan,”Untuk imunisasi dan vaksinasi memang ada prosedurnya karena serum yang dimasukkan ke tubuh anak itu adalah bakteri yang dilemahkan agar menimbulkan efek kekebalan. Jadi balita yang akan diimunisasi dan divaksinasi harus dalam keadaan sehat. Tidak boleh balita  sakit diimunisasi dan divaksinasi. Karena balita sakit divaksinasi akan menimbulkan soal serius yang bahkan bisa mengakibatkan kematian.” 

                  “Lha bayi di Bekasi itu pak dokter, nyatanya mati setelah imunisasi? Bukankah imunisasi itu sangat  berbahaya?” tukas Yu Marsiatun.

               “Kalau itu namanya aksiden, bu, maksudnya kecelakaan,” sahut dokter Dadiet Pangusadha.

                    “Bagaimana bisa disebut kecelakaan?” tanya Yu Marsiatun penasaran.

                    “Maksudnya, dari 24 juta balita yang diimunisasi dan divaksinasi ada satu orang yang meninggal. Itu disebut kecelakaan, yang kejadiannya bisa macam-macam, yang menurut saya sangat mungkin bayi itu sedang kurang sehat saat diimunisasi,” kata dokter Dadiet Pangusadha menjelaskan.

                    “Tapi pak dokter, ada yang bilang kalau imunisasi itu programnya orang Yahudi untuk membunuh umat Islam dengan memanfaatkan ilmu kedokteran Yahudi  yang dikembangkan Barat,” kata Cak Markasan  menyela.

                     “Kata siapa ilmu kedokteran itu ilmu Yahudi?” sergah dokter Dadiet Pangusadha,”Tidakkah bapak-bapak dan ibu-ibu tahu bahwa saat dunia Barat masih berada dalam  kejahilan ilmu pengobatan, yang muncul sebagai pelopor ilmu kedokteran adalah sarjana muslim seperti Ibnu Sina, Az-Zahrawi, Ibnu Hayyan dan sekali-kali bukan Yahudi. Tidakkah bapak-bapak dan ibu-ibu tahu, bahwa ketika ilmu pengobatan Barat masih diliputi sihir dan jampi-jampi serta upacara-upacara pagan, Abu Qasim Az-Zahrawi telah menemukan berbagai jenis pisau bedah, alat suntik, teleskop yang bentuk dan fungsinya diuraikan dalam kitab At-tashrif  liman  ajiza an-ta’lif  yang diterjemahkan ke dalam  bahasa Latin  oleh  Gerardo, ilmuwan Italia."

                "Fakta sejarah menunjuk bahwa Ibnu Sina adalah dokter bedah pertama yang mengungkapkan pertama-tama tentang adanya hewan sangat kecil (bakteri-pen) yang tidak dapat dilihat mata biasa tetapi hewan itu bisa menyebabkan orang sakit. Jadi bapak-bapak dan ibu-ibu, kalau ada yang sengaja menyatakan bahwa ilmu kedokteran itu ilmunya Yahudi, maka  mereka  itu  tidak  saja  telah  memutar-balik sejarah bahwa pengembangan spektakular ilmu kedokteran tidak lagi dihubungkan dengan ilmuwan-ilmuwan muslim, melainkan mereka itu akan menempatkan  orang-orang  Yahudi adalah pelopor dan pengembang ilmu kedokteran, terutama dengan bukti bahwa ilmu pengobatan Islam hanya berupa herbal habbatus saudah, madu, siwak, bekam, ru’yat. Itu sungguh tindakan sistematis yang melanggar kaidah-kaidah kepantasan sejarah.”

                   Semua warga terdiam seperti meresapi kata-kata dokter Dadiet Pangusadha. Sufi Sudrun yang sejak tadi diam, tiba-tiba menyela,”Yang memprovokasi ilmu kedokteran adalah ilmu Yahudi pasti pengikut-pengikutnya orang Israel bernama Taqiyuddin Nabhani, ideolog  asal  kota Haifa.”

                   “Siapa kang orang bernama Taqiyuddin Nabhani itu?” tanya Cak Markasan ingin tahu.

                   “Sampeyan cari aja di www.google.co.id pasti akan ketemu siapa warganegara Israel itu!” kata Sufi Sudrun.

                   Mbah Haji Reksa Husada yang duduk di samping Guru Sufi tiba-tiba berkata dengan suara ditekan tinggi,”Sudah jangan bicara ngalor-ngidul gak karuan arahnya. Fokuskan masalah pada imunisasi dan vaksinasi.”

                   “Setuju Mbah Haji,” sahut hadirin hampir serentak.

          “Aku hanya ingin memberitahu kepada kalian, bahwa setiap usaha menghalang-halangi imunisasi dan vaksinasi akan diancam hukuman penjara sampai lima (5) tahun,” kata Mbah Haji Reksa Husada.

        “Apa Mbah Haji,” seru orang-orang kaget,”Menghalangi imunisasi dan vaksinasi bisa  diancam  hukuman 5 tahun?”

                 “Ya itulah aturannya,” sahut Mbah Haji Reksa Husada.

                 “Aturan dan undang-undang apa Mbah Haji, imunisasi itu kan hak asasi orang?” sahut Cak Markasan.

                 “Aturan itu ada di dalam  UU  Perlindungan Anak,” sahut Mbah Haji Reksa Husada,”Di dalam Undang-undang itu disebutkan  bahwa siapa saja yang dengan sengaja mengakibatkan anak sakit atau menderita sakit, bisa dituntut dengan  hukuman  kurungan  hingga  5  tahun. Menghalangi imunisasi dan vaksinasi, yang bisa mengakibatkan anak sakit bisa dianggap melanggar undang-undang perlindungan anak dan harus dihukum.”

                  “Woo gitu ya mbah haji,” gumam Cak Markasan diikuti gumam hadirin yang lain.
You have read this article with the title Imunisasi Bisa Mati, Menolak Imunisasi Bisa Dihukum 5 Tahun. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/imunisasi-bisa-mati-menolak-imunisasi.html. Thanks!

3 comment for "Imunisasi Bisa Mati, Menolak Imunisasi Bisa Dihukum 5 Tahun"

  1. justru yg imunisasi anak mati itulah yg harus dihukum golok ki mbah haji,....

    ReplyDelete
  2. trus kalaupun inbu sina masih hidup sekarang pastilah melarang imnunisasi itu ,dasar bego, maksudnya apa bawa2 ibnu sina segala,...mbok baca sejarah imunisasi mbah mbah

    ReplyDelete
  3. https://www.facebook.com/pages/Gerakan-Indonesia-Sehat-Tanpa-Vaksin-Imunisasi/203475116431961?fref=ts

    ReplyDelete