Perlukah Istilah Stigmatis KENAKALAN ORANG TUA?

Penasaran dengan hasil diskusi yg belum cukup banyak menjawab  masalah generasi muda, Bambang dan anak-anak kampung menghadap Guru Sufi untuk memperoleh jawaban bagi masalah generasi muda yg dianggap money oriented dan tidak layak jadi pemimpin. Dengan nada tinggi Bambang bertanya,"Apakah menurut Mbah Kyai generasi muda sekarang ini benar-2 money oriented? Apakah memang tidak layak menjadi pemimpin bangsa?"

        "Money oriented itu bukan mutlak milik anak-anak muda," sahut Guru Sufi tenang,"Orang tua bangka pun banyak yang rakus, serakah dan kemaruk duit."

         "Kalau untuk memimpin bangsa, bagaimana Mbah Kyai?" tanya Bambang ingin kepastian.

         “Kalau itu sih kayaknya memang belum saatnya,” sahut Guru Sufi.

         “Tapi Mbah Kyai,” tukas Bambang cepat,”Menurut Kang Sufi Kenthir zaman dulu itu para pemimpin itu muncul dalam usia belasan tahun. Bahkan saat merintis kemerdekaan yang berperan penting adalah para pemuda. Bagaimana ini?”

          “Ya generasi dulu memang beda dengan sekarang. Ada semacam penurunan kualitas pada generasi muda sekarang.”

          “Kok bisa begitu Mbah Kyai?” sergah Bambang penasaran,”Kapan kira-kira generasi muda mulai merosot kualitasnya?”

           “Ya pada masa Orde Baru,” kata Guru Sufi menjelaskan,”Sejak pemerintah melibatkan Amrik dalam menata system pendidikan dan menyusun kurikulum yang disosialisasi dengan program Normalisasi Kehidupan Kampus berupa pembubaran Dewan Mahasiswa dan memasukkan Menwa ke kampus serta mengubah system perkualiahan menjadi satuan kredit semester, itulah awal merosotnya kualitas mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi bergelar sarjana. Seperti anak-anak nakal yang belum dewasa, semua kegiatan mahasiswa dikontrol dan dikendalikan Purek III dan diawasi Menwa.”

            “Kenapa system SKS bisa menurunkan kualitas mahasiswa?” tanya Bambang.

            “Karena setiap mahasiswa dikejar target untuk bisa lulus delapan semester atau empat tahun. Artinya, selama delapan semester itu kegiatan mahasiswa hanya benar-benar belajar. Kegiatan ekstra yang dijalankan mahasiswa lewat Dewan Mahasiswa yg punya kebebasan mimbar untuk mengkritik pemerintah sudah tidak ada lagi. Semua mahasiswa harus belajar dan belajar agar cepat lulus. Nah proses belajar kejar kelulusan inilah yang memerosotkan kualitas lulusan perguruan tinggi,” kata Guru Sufi.

            “Apakah hanya itu yang menjadi penyebab Mbah Kyai?” gumam Bambang.

            “Di masa Orde Baru itu malah dikembangkan stigma bahwa anak-anak muda itu cenderung memiliki kecenderungan menyimpang dengan memberi isu “KENAKALAN REMAJA”. Lalu lewat media massa cetak dan televise, isu KENAKALAN REMAJA diangkat ke permukaan sebagai suatu wacana dalam perbincangan nasional. Lalu semua orang rame-rame menstigma bahwa anak-anak muda itu masih belum dewasa dan cenderung memiliki perilaku menyimpang, yaitu NAKAL,” sahut Guru Sufi.

            “O begitu ya, padahal…”

            “Padahal,” sahut Guru Sufi menjelaskan,”KENAKALAN bukan mutlak milik anak-anak usia remaja. Para orang tua pun, lebih mengerikan kecenderungannya untuk nakal. Tapi dasar licik, rezim Orde Baru berusaha menyembunyikan kecenderungan orang-orang tua melakukan kejahatan dengan mengangkat-angkat jasa-jasa orang tua sebagai pahlawan dan abdi Negara yang setia. Pejabat-pejabat tua Bangka setelah pensiun rame-rame membikin buku otobiografi atau biografi dengan mempahlawankan diri sebagai yang terhebat. Padahal semua itu palsu belaka.”

             “Lho iya ya Mbah Kyai, orang tua pun sebenarnya banyak yang nakal,” sahut Bambang.

             “Lha justru KENAKALAN ORANG TUA lebih mengerikan dibanding KENAKALAN REMAJA,” sahut Guru Sufi.

             “Benar Mbah Kyai,” tukas Suki Ono keponakan Sukiran menyela,”Kalau KENAKALAN REMAJA hanya terbatas dari ngebut-ngebutan, geng motor, tawuran, kepengaruh obat bius, maka KENAKALAN ORANG TUA justru lebih gila mulai korupsi, berselingkuh, bersekongkol menguras uang Negara, menjadi anggota Mafia Hukum, melakukan penipuan public, membohongi rakyat, menjual Negara, membunuh lawan politik, merekayasa hokum, dan beribu-ribu kebejatan lain. Pokoknya ngeri dah kalau membincang KENAKALAN ORANG TUA yang seperti dongeng  absurd.”

            “Huahaha KENAKALAN ORANG TUA, sungguh istilah yang pas,” sahut Bambang terkekeh-kekeh.

             “Lebih cocok KENAKALAN ORANG TUA BANGKA,” sahut Suki Ono disambut kata sepakat kawan-kawannya.

             "Perlukah istilah itu kita sosialisasikan?" sahut Bambang.
You have read this article with the title Perlukah Istilah Stigmatis KENAKALAN ORANG TUA?. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/perlukah-istilah-stigmatis-kenakalan.html. Thanks!

No comment for "Perlukah Istilah Stigmatis KENAKALAN ORANG TUA?"

Post a Comment