Siang hari 14 Oktober 1945, 67 tahun silam, warga kampung Surabaya marah kepada orang-orang sosialis yang tergabung di dalam PRI (Pemuda Republik Indonesia). Pasalnya, kelompok PRI yang sejak awal Oktober membagi-bagi senjata dan melatih penggunaannya serta mendorong penguatan pertahanan dalam menghadapi orang-orang Eropa, tiba-tiba melakukan tindakan yang tidak tersangka-sangka di mana sekumpulan anggota PRI muncul di kompleks perumahan Belanda dan Indo, menaikkan kaum lelaki dan anak-anak remaja lelaki ke atas truk dan membawanya ke tempat yang tidak diketahui. Operasi itu berlangsung hingga malam dan meliputi seluruh kota. Sekitar 3500 orang Belanda diangkut dan diamankan dari amukan warga dengan memasukkan ke Werfstraat (penjara Kalisosok) dan tempat lain.
Warga kampung yang menyaksikan bagaimana orang-orang PRI menutup rapat jalanan di daerah hunian orang Eropa yang kaya dan mengangkuti orang-orang kulit putih itu untuk dimasukkan ke dalam penjara dan tempat lain demi keselamatan mereka, terpicu kemarahannya.Berbondong-bondong warga kampung bergerak ke tengah kota sambil berteriak,"Bunuh Anjing NICA!", "Londo Jancuk!", "Ganyang NICA!". Sebagian mengikuti ke mana truk-truk itu membawa orang-orang Eropa. Sebagian lagi berkerumun mengepung kantor PRI di Simpang Club, di mana amuk massa terjadi di sini yang mengakibatkan sekitar 50 orang kulit putih tewas mengerikan. Aksi membantai orang-orang Eropa baru bisa dikendalikan setelah TKR dan Bung Tomo ikut campur tangan.
Tindakan sepihak PRI melindungi dan menyelamatkan orang-orang Eropa yang menyulut kemarahan arek-arek kampung Surabaya menimbulkan tanda tanya besar karena dilakukan sepihak tanpa setahu TKR yang dewasa itu merupakan tentara keamanan rakyat yang memiliki kewenangan menjaga dan mengamankan orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari interniran Jepang. Gubernur Jawa Timur R.M.T.Soerjo juga tidak tahu-menahu dengan tindakan PRI itu. Bahkan tokoh Surabaya Dul Arnowo, Ruslan Abdul Gani, Dr Moestopo, dan Bung Tomo tidak tahu menahu tindakan PRI itu. Apakah PRI diam-diam teken kontrak dengan Belanda untuk keselamatan warga Eropa dan Indo dari ancaman amuk massa arek-arek bonek Surabaya?
Warga kampung yang menyaksikan bagaimana orang-orang PRI menutup rapat jalanan di daerah hunian orang Eropa yang kaya dan mengangkuti orang-orang kulit putih itu untuk dimasukkan ke dalam penjara dan tempat lain demi keselamatan mereka, terpicu kemarahannya.Berbondong-bondong warga kampung bergerak ke tengah kota sambil berteriak,"Bunuh Anjing NICA!", "Londo Jancuk!", "Ganyang NICA!". Sebagian mengikuti ke mana truk-truk itu membawa orang-orang Eropa. Sebagian lagi berkerumun mengepung kantor PRI di Simpang Club, di mana amuk massa terjadi di sini yang mengakibatkan sekitar 50 orang kulit putih tewas mengerikan. Aksi membantai orang-orang Eropa baru bisa dikendalikan setelah TKR dan Bung Tomo ikut campur tangan.
Tindakan sepihak PRI melindungi dan menyelamatkan orang-orang Eropa yang menyulut kemarahan arek-arek kampung Surabaya menimbulkan tanda tanya besar karena dilakukan sepihak tanpa setahu TKR yang dewasa itu merupakan tentara keamanan rakyat yang memiliki kewenangan menjaga dan mengamankan orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari interniran Jepang. Gubernur Jawa Timur R.M.T.Soerjo juga tidak tahu-menahu dengan tindakan PRI itu. Bahkan tokoh Surabaya Dul Arnowo, Ruslan Abdul Gani, Dr Moestopo, dan Bung Tomo tidak tahu menahu tindakan PRI itu. Apakah PRI diam-diam teken kontrak dengan Belanda untuk keselamatan warga Eropa dan Indo dari ancaman amuk massa arek-arek bonek Surabaya?
You have read this article with the title Refleksi Sejarah: Tindakan Aneh Pemuda Sosialis. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/refleksi-sejarah-tindakan-aneh-pemuda.html. Thanks!
No comment for "Refleksi Sejarah: Tindakan Aneh Pemuda Sosialis"
Post a Comment