Kecelakaan Kapal dan Fenomena Negara Manusia-Siluman

Hari Ahad malam ketika para sufi membincang fenomena negara-pasar (reinventing gouvernment) menurut Gabler & Osborn di tengah skenario a global open society-nya Soros, yg menjadikan warganegara menjadi sekedar konsumen atau pengemis n preman, tiba-tiba disela masuknya Sukiran. Dengan gugup Sukiran memberitahu bahwa di televisi baru saja ada berita tentang 250 orang imigran gelap asal Afghanistan, Iran, Pakistan dan Arab yg akan ke Australia kapalnya terbalik dan tenggelam di area pantai Prigi, Trenggalek. Nelayan setempat baru menolong sekitar 33 orang. Penumpang yg lain belum ketahuan nasibnya.

    "Lha kapal berisi  imigran gelap itu bertolak darimana kok bisa sampai di pantai Prigi?" tanya Dullah ingin tahu.

    "Menurut berita kapal berangkat dari Jakarta," jawab Sukiran.

    "Dari Jakarta?" tukas Sufi Sudrun mengangkat kepala,"Ini gak masuk akal. Mustahak bin mustahil."

    "Apanya yang mustahil, kang?" tanya Sukiran.

    "Lha Jakarta itu kan ibukota negara?" sahut Sufi Sudrun,"Bagaimana mungkin bisa terjadi 250 orang imigran gelap bisa masuk ibukota tanpa diketahui aparat imigrasi maupun TNI dan polisi dan aparat intelijen? Itu yang aku bilang mustahil kecuali kalau negara ini sudah jadi negara pasar."

    "Tapi fakta yang diberitakan itu kang." sahut Sukiran.

    "Sudah gak perlu disoal masalah itu," sahut Sufi Jadzab menyela,"Soalnya, pasukan gaib yang menjaga wilayah teritorial kekuasaan Nyi Roro Kidul telah melakukan langkah-2 pengamanan, yaitu membalikkan kapal yg memuat imigran gelap itu. Jadi soal imighran gelap dengan bebas masuk ibukota itu, jangan disoal lagi."

    "Tapi mbah," sahut Dullah tidak terima,"Masalah yang harus diperjelas dalam kasus ini: apakah kita ini hidup di negara republik yang dibentuk manusia ataukah kita hidup di negeri kerajaan gaib para siluman  yang dikuasai Nyi Roro Kidul?"

    "Justru itu yang saat ini sangat jelas. Dua fakta tentang kekuasaan itu yang sekarang ini sangat jelas terlihat," jawab Sufi Jadzab enteng.

    "Maksudnya apa mbah?" sergah Dullah minta penjelasan.

    "Maksud embah," kata Sufi Sudrun menengahi,"Realitas kita bernegara saat ini sudah membaur dengan kisah mitologis kerajaan siluman di laut selatan Jawa. Maksudnya, tatanan bernegara para manusia saat sudah tidak jelas lagi  mana yang disebut tatanan negara seperti status dan kedudukan lembaga negara, administrasi negara, kebijakan publik, undang-undang, peraturan pemerintah, public service, penertiban aparatur, penegakan hukum  dan mana pula yang disebut tatanan negara siluman yang berpijak pada prinsip Sluman-slumun slamet. Yang paling pintar melakukan ilmu sluman-slumun para siluman, pasti akan slamet. Itulah yang dimaksud embah."

    "Wah ya susah ini, karena bagaimana pun kita ini manusia lho kang?" gumam Dullah menggerutu.

     "Lha justru kalau kamu sadar masih manusia, itu membuat kamu sengsara."

     "Maksudnya?"

     "Kalau kamu ingin hidup senang di negeri dua dunia ini," kata Sufi Sudrun,"Kamu harus jadi MANSIL (Manusia-Siluman), yaitu makhluk yang pintar bohong, lihai berkelit, pandai menipu, licin, punya kemampuan menembus alam  lintas dimensi antara khayal dan realita, menutup pintu nurani, bergantung pada akal dan pengumbaran nafsu."

     "Wah susah itu kang."

     "Susah apa? Faktanya sekarang ini banyak MANSIL kok. Negara pun tidak jelas lagi siapa yang memimpin, manusia ataukah para siluman?"
You have read this article with the title Kecelakaan Kapal dan Fenomena Negara Manusia-Siluman. You can bookmark this page URL http://khagussunyoto.blogspot.com/2012/10/kecelakaan-kapal-dan-fenomena-negara.html. Thanks!

No comment for "Kecelakaan Kapal dan Fenomena Negara Manusia-Siluman"

Post a Comment